November 08, 2013

Pilihan dan Kelekatan



Berikut ini kutipan dari jawaban Romo Sudrijanta atas pertanyaan dari peserta Meditasinya:

Menikah atau tidak menikah adalah pilihan seperti halnya kita memilih untuk bekerja mandiri atau bekerja sebagai karyawan. Bedanya, pilihan menikah atau tidak menikah merupakan pilihan hidup yang lebih fundamental dibanding memilih pekerjaan.

Apakah kecenderungan untuk “membiarkan segalanya mengalir” tidak lain merupakan ekspresi dari ketidakberdayaan menentukan “pilihan arah” atau merupakan suatu “sikap batin” yang terbuka terhadap semua kemungkinan?

Apakah pilihan-pilihan kita lebih ditentukan oleh kelekatan kita (nafsu, kesenangan, ketakutan, dst) atau oleh sikap lepas bebas? Adalah sangat penting untuk mengolah batin hingga kita mencapai sikap lepas bebas. Dalam keadaan lepas bebas, tentukan “pilihan arah” (menikah atau tidak menikah) dan laksanakan pilihan tersebut apapun bayarannya.

Menarik dalam membaca sekelumit jawaban Romo Sudri dalam menjawab kegalauan salah satu peserta Meditasi Tanpa Objek-nya.  Galau yang diantar oleh rasa ingin kejelasan, kestabilan, kebaikan, peningkatan, tapi tidak ingin melakukan upaya sebab pengalaman peserta, saat melakukan upaya hanya akan membuahkan keraguan apakah nanti pilihannya benar?

Jadi keraguan ini seolah penghindaran akan penerimaan paket atas suatu pilihan.  Ilustrasinya adalah membeli mobil baru.  Saat masih merupakan keinginan, aku berandai-andai aku akan bahagia kalo bisa membeli mobil Toyota Alphard*) tersebut. Kubayangkan saat pertama bisa membelinya betapa membanggakannya? 
Akan kupamerkan pada pasangan, pada anak-anakku, pada sobat dan temanku, biar saja orang yang membenciku semakin benci sebab akhirnya mobil tersebut menjadi milikku. Dan saat ku bisa memperolehnya, betapa senang dan bangganya hatiku.  Saat menjalankan dan bermobil didalamnyapun terasa orang lain akan memandang dengan iri karena menginginkan kenyamanannya.  Dan beberapa saat kemudian, mulailah aku menghadapi kenyataan, bahwa spare-partnya mahal, saat kedua spion mobil ini dicopot paksa oleh sekelompok anak muda di sekitaran Semanggi Senayan. Berikutnya, saat mobil ini tersenggol gerobak penjual kaki lima, di sebelah kiri atas ban. Maka luka lecetlah mobil kesayangan. 
Ditambah, bensinnya yang tergolong boros.  Hua ha ha ha ....

Malah, dulu bapakku pernah menyampaikan, beli mobil gampang, tapi memakai dan memeliharanya dengan bijak itu yang sulit. Tapi kalo kamu sudah melampaunya maka mudahlah kamu menjalaninya. 
Monggo....


Jakarta 13:03, 7Nop2013

No comments:

Post a Comment