June 12, 2012

Pencerahan

Pencerahan atau enlightment, adalah suatu tahap kita "mulai" mendalami hidup. Ilustrasi, saat orang kehausan, kita berpikir bahwa dengan minum beberapa teguk air bahkan gelas akan menawarkan dahaga kita. Saat kehausan, malah lebih jauh kita merasa, begitu air masuk dalam mulut, lalu ke tenggorokan kita, maka hilanglah haus kita. Perhatikan kata "hilang" di atas. Kebanyakan orang berpikir bahwa kita ndak akan haus lagi. Kok naif banget yak? Pernah saya alami, bahwa suatu saat saya begitu menginginkan sesuatu misalnya jam tangan Rolex. Coba lelaki mana yang ndak menginginkannya. Saat terindah ada saat mencari informasi, membandingkan jenisnya, mampir dari toko ke toko, bertanya pada orang yang sudah memilikinya. Nah, saat kita sudah punya dana, sudah manteb akan membelinya, bahkan sesaat baru memakai di pergelangan kita. Lho......rasanya kok lain? Hilang.... Apa yang hilang? Kok ada bagian dari kita yang hilang? Ya jelas selain duit yang sudah bertukar dengan arloji tadi. Tapi jelas2 ada yang hilang? Kenapa ini? Apa ini? Rasa apa ini? Terpenuhi tapi kok sekaligus ada yang hilang? Monggo....apa kita perlu cari rasa itu? Apa perlu cari jawabnya? Bisakah kita terima tanpa perlu dan penting cari jawabnya? Jakarta 16:51 12Jun2012

It just is

Siang ini begtiu ngantuk, lalu aku mulai cari2 bacaan. Tnganku berhenti saat mbah Google terketik Akasic Record, yang dipandu oleh Akemi Gaines. Bagus banget... Pada tulisan tertangaal 5 Des 2010, berjudul Ter Purpose of Life is Life Itself. Begitu luar biasa karena yang dibahas begitu sederhana. Begini... Apakah kita melakukan sesuatu karena mau mendapatkan manfaat? Jadi ingat kalo aku suka jogging, mulai milih makan karena pengin kurus.... Ngimpi.... Ha ha ha. Kita lakukan itu karena merasa kita akan mencapainya. Iya kalo tercapai, kalo ndak? Kecewaaaaa, kan? Makan hati, stress, kepikiran, hidup terganggu. Ato pernah saya pikir bila kerja baik akan memperoleh promosi, naik gaji, mperoleh fasilitas. Iya kalo begitu, kalo ndak, kecewaaaa. Ha ha ha. Asyik nih tulisan Mbak Akemi. Saya tersentil karenanya. Ndak bisakah kita lakukan sesuatu karena "ya mau melakukannya aja. Titik" ndak perlu syarat atau harap macam2. Hayo. Bukankah hidup jadi lebih enteng. Ringan. Ndak usah diberatin. Monggo... Jakarta, 16.32 12Jun2012

June 09, 2012

Takut vs Kuasa

Dalam perbincangan kemarin ada yang menarik untuk diperhatikan. Saat seorang karib menyatakan ketakutannya akan apa yang menimpanya dalam waktu dekat. Disampaikan bahwa dalam kurang dari sebulan dia akan melepaskan atribut pimpinan usaha. "lalu aku gimana ya Dik? Apa "anak-anakku bisa hidup"? Apa jalannya nanti mulus lagi ya?" dan seterusnya dst dst. Banyak yang sudah karib ini buat, bahkan hatinya pun ada di sana, yang kalo disebut, full hearted deh. Panutan. Yang bahkan saking dekatnya dengan tim dan anak2nya, bisa "beradu" dengan rekan lain yang berseberangan. Takut apa yang belum terjadi dapat membuat kaku, hilang, lost, feel nyasar bahkan, disorientasi. Sebagai kompensasi sesaat dan "kliatannya" butuh adalah "obat bius" atau analgesic yang bisa langsung menhilangkan rasa "hilang" tadi. Ato kalo perlu obat yang masih bisa membuat kita merasa "tetap berkuasa selamanya" (apa ada tuh obat nya...?) Pernah ada buku yang menyebutkan, dimana kita merasa kuat karena memiliki kuasa (untuk apa aja), tak tergoyahkan, ndak akan ada yang mencopot, bahkan di mana kita berkarya hebat, maka (tenyata) disitu pula letak kelemahan terbesar kita, tempat paling rapuh. Apakah ini karena hati kita berada di situ ya? Monggo, silakan dicermati. Semoga Gusti Allah mencerahkan rekan-rekan sekalian. Phuket, 05.05 am, 9Juni2012

June 06, 2012

Kebesaran Bajukah Saya?

Setelah mengendapkan dalam pikiran, pergumulan dan sampai terbawa mimpi. Maka dengan ini saya beranikan diri untuk mulai menulis lagi. Melihat, dan ikut hadir dalam meeting para pembesar perusahaan dalam menentukan arah kebijakan serta pelaksanaan operasi dalam tahun berjalan, seru terlihat. Apalagi beberapa rekan mulai terlihat terbawa emosi. Bergunjing, serta mulai bicara dibelakang. Trrlihat, bahwa raut mukanya menyiratkan tanya besar ketidaksesuaian dengan harapannya. "kenapa sih dia ndak ngerti? Kenapa justru pilihan yang dipilih kok ndak mempertimbangkan hal yang kita pilih? Apakah dia menerti atau berlagak bodo, mau nge-test kita? Kalau kita lakukan hal ini bukankah justru akan merusak reputasi kita?" Nah, perhatikan dua kata penting ini, 1) reputasi; 2) kita Bukankah hal ini terlihat di kehidupan sehari2? Is it a big deal? Is it a do or die choice? Ingin di sini saya sampaikan dan serukan, apakah dengan mempertahankan reputasi, artinya we will live forever? Monggo dilanjut..... Jakarta 7.50 6Juni2012