November 08, 2013

Penjara Kebahagiaan oleh Romo J. Sudrijanta


September 16, 2013
Oleh Romo J. Sudrijanta
“Jikalau seorang datang kepadaku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, istrinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu. Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi muridKu.” (Lukas 14:26,33)

Setiap orang tidak ingin hidup menderita, tetapi faktanya hanya sedikit orang yang hidup sungguh-sungguh bahagia. Mengapa? Karena kebanyakan orang memiliki delusi atau pandangan keliru tentang kebahagiaan yang justru menghalangi orang untuk meraih kebahagiaan yang sesungguhnya.
Sekalipun orang merasa bahagia, selama kebahagiaan tersebut tidak bebas dari ego dan kelekatan, maka kebahagiaan tersebut sesungguhnya adalah penjara. Kebahagiaan seperti itu adalah bentuk lain dari ketidakbahagiaan. Tidak semua orang bisa melihat fakta tersebut karena delusi yang membuat orang tidak bisa melihat penjara sebagai bahaya.

Berikut adalah beberapa contoh delusi tentang kebahagiaan.

Pertama, Anda tak bisa bahagia tanpa hal-hal yang Anda anggap sangat berharga, karena Anda melekat pada hal-hal itu. Itu jelas saat Anda merasa takut kehilangan sesuatu atau seseorang yang Anda cintai. Itu juga jelas saat Anda merasa tidak bahagia karena Anda merasa tidak memiliki sesuatu seperti orang lain miliki, yang membuat Anda suka membanding-bandingkan dan iri hati.

Faktanya, tidak pernah satu detik pun Anda tak memiliki semua yang Anda perlukan untuk bahagia. Anda sudah memiliki kondisi-kondisi yang lebih dari cukup untuk bahagia. Alasan Anda tidak bahagia adalah karena Anda berfokus pada apa yang tidak Anda miliki, bukan pada apa yang Anda miliki sekarang. Selain itu, sekalipun Anda memiliki hal-hal yang membuat Anda bahagia, Anda melekat pada hal-hal tersebut yang membuat Anda justru merasa tidak bahagia.

Kedua, kebahagiaan akan datang bila Anda bisa mengubah situasi Anda sekarang dan orang-orang di sekitar Anda. Delusi ini sangat jelas seperti dalam kasus berikut ini. Ada sepasang suami isteri yang bertahun-tahun tidak berhenti hidup dalam konflik dan pertengkaran. Masing-masing mengharapkan pasangannya berubah, tetapi tidak pernah berubah. Kondisi itu membuat mereka masing-masing makin tidak bahagia.

Faktanya, perubahan hidup di luar tidak akan mengubah penderitaan Anda kalau pandangan keliru di kepala Anda tidak berubah. Sesungguhnya, segala sesuatu tidak ada yang tetap. Segala sesuatu berubah setiap saat, baik fenomena fisik maupun batin. Dalam kasus suami isteri di atas, mereka sesungguhnya sudah  mengalami perubahan setiap hari setiap saat, hanya mereka tidak melihatnya karena mereka melihat melalui tabir pengalaman masa lampau yang tidak pernah berubah.

Ketiga, apabila Anda bebas berkeinginan, Anda akan bahagia. Anda merasa bahagia kalau keinginan Anda terpuaskan. Lalu Anda beranggapan bahwa semakin banyak keinginan terpenuhi, Anda akan semakin bahagia. Delusi ini banyak meracuni orang sejak mereka berusia muda dan sering dibawa-bawa sampai tua.

Faktanya semakin banyak keinginan dan kelekatan, semakin membuat Anda menderita. Semakin sedikit keinginan dan kelekatan, semakin kebahagiaan bertambah. Sesungguhnya, keinginan dan kelekatan hanya mendatangkan kenikmatan, tetapi kenikmatan bukanlah kebahagiaan yang sesungguhnya.

Keempat, kebahagiaan itu ada di masa depan. Delusi ini menjadi jelas dalam pengalaman hidup orang tua berikut ini. Ada seorang yang sudah sangat tua bercerita bahwa seluruh hidupnya adalah penderitaan. “Dulu saat muda, saya berpikir saya akan bahagia kalau sudah selesai sekolah. Setelah selesai sekolah, saya berpikir akan bahagia kalau sudah kerja. Setelah mapan bekerja, saya berpikir akan bahagia kalau kawin dan berkeluarga. Setelah berkeluarga, saya makin tidak bahagia. Dan kini saat saya tua mendekati ajal, saya berharap akan bahagia di surga nanti setelah kematian tiba.” Orang tua ini tidak jera-jera hidup menderita.

Faktanya, sekarang dan di sini, dari saat ke saat, Anda sudah bahagia, tetapi Anda tidak mengetahuinya karena pandangan yang keliru yang membuat Anda terperangkap dalam rasa tidak puas, cemas, takut, konflik, dan tidak bahagia. Karena Anda tidak melihat kebahagiaan di masa sekarang, Anda mengira kebahagiaan hanya ada di masa depan. Kalau kebahagiaan tidak tercapai sekarang di dunia ini, Anda berkhayal ada kebahagiaan nanti setelah selesai hidup di dunia.

Kelima, tidak ada kebahagiaan tanpa perjuangan yang keras. Karena kebahagiaan ada di masa depan, maka Anda harus berjuang untuk meraihnya, seperti pepatah mengatakan, “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian; bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.”

Faktanya, kebahagiaan yang sesungguhnya tidak bisa dicapai dengan pergulatan oleh ego atau si aku. Semakin Anda dengan kekuatan ego Anda berupaya untuk mencari dan meraih kebahagiaan, semakin jauh kebahagiaan Anda dapatkan. Kebahagiaan yang sesungguhnya tidak pernah bisa dicapai atau diraih dengan daya upaya oleh ego, tetapi ia akan datang dengan sendirinya ketika seluruh pergulatan oleh si ego dilepaskan. Kebahagiaan sesungguhnya adalah hidup Anda sendiri ketika ego Anda berakhir.
Semua delusi tentang kebahagiaan membuat kita mencari kebahagiaan di luar seperti hadirnya pasangan hidup, keluarga, pekerjaan yang baik, harta milik, kedudukan, pengetahuan, pengakuan diri, pujian, ketenaran, dst. Delusi yang sama membuat kita percaya bahwa bahwa kebenaran, Tuhan, Surga, Nirvana, Moksha berada jauh di masa depan dan sekarang kita hanya mampu berharap untuk menjumpainya di masa depan.

Betapa malangnya orang tidak mengenal apa yang paling dekat dan mencari kebahagiaan jauh di luar, mengembara dari penjara delusi yang satu ke penjara delusi yang lain. Kapankah orang dibebaskan dari penjara ketidaktahuan?

Carilah apa saja yang membuat hidup Anda menjadi lebih sejahtera, tetapi jangan berpikir bahwa Anda menjadi lebih bahagia karenanya. Kalau Anda berkeinginan untuk memiliki mobil Jaguar atau mempunyai 10 rumah lagi, misalnya, mengapa tidak? Tetapi jangan berharap Anda akan lebih bahagia dengan memilikinya, karena kebahagiaan yang sesungguhnya tidak terkait dengan objek-objek yang bisa Anda miliki.

Apakah Anda menderita sekarang? Mungkin Anda berkata, “Saya merasa baik-baik saja. Saya tidak menderita.” Pernahkah Anda bermimpi menjadi bahagia? Pernahkan Anda ingin bahagia? Pada moment Anda bermimpi atau mengingini kebahagiaan, pada moment itulah Anda menderita.

Mengapa Anda bermimpi dan mencari kebahagiaan? Kalau Anda sekarang pada moment ini bahagia, Anda tidak akan tergoda untuk bermimpi dan mencari kebahagiaan. Karena sekarang, pada moment ini Anda tidak bahagia, maka Anda bermimpi dan mencari kebahagiaan. Jadi, mana lebih penting, mencari kebahagiaan di luar dan tidak pernah mendapat, atau mengakhiri penderitaan batin Anda sendiri, sekarang juga?

Apa akar sebab dari penderitaan manusia? Inilah hukum kebenaran pertama. Di mana ada kelekatan, di sana ada ketidakbahagiaan; di mana tidak ada kelekatan, ketidakbahagiaan juga tigak ada. Hukum kebenaran yang kedua adalah sama dengan yang pertama. Di mana ada keakuan, di sana ada penderitaan; di mana tidak ada keakuan, penderitaan juga tidak ada.

Kelekatan dan keakuan atau ego Anda itulah yang membuat Anda menderita dan tidak bahagia. Tidak ada kelekatan tanpa ego, tidak ada ego tanpa kelekatan. Keduanya sesungguhnya tidak berbeda. Anda tidak bisa bebas kelekatan tanpa bebas ego, atau bebas ego tanpa bebas kelekatan.

Bagaimana caranya bebas dari kelekatan dan keakuan? Apakah harus membuang objek-objek yang kita lekati? Bukan. Bukan dengan membuang objek-objek yang Anda lekati. Cukup melepaskan “kelekatan” pada apa yang Anda miliki, termasuk kelekatan pada “keakuan” yang membentuk  hidup Anda sendiri.
Pertanyaan lebih lanjut adalah bagaimana melepaskan kelekatan-kelekatan dan keakuan ini? Caranya adalah dengan ngonangi atau mengetahui munculnya kelekatan dan keakuan dari moment ke moment, dan melihat kelekatan dan keakuan sebagai apa adanya, yaitu sebagai penjara yang menutup Anda dari kebahagiaan yang sesungguhnya.

Di satu pihak, pasangan hidup, keluarga, harta milik memberi Anda gairah dan kenikmatan, tapi di sisi lain memberi Anda kekhawatiran, kegelisahan, kecemasan, rasa takut, dan ketidakbahagiaan. Kelekatan pada pasangan hidup atau keluarga adalah penjara. Kelekatan pada harta kekayaan adalah penjara. Kelekatan pada keakuan Anda adalah penjara.

Kalau Anda “membenci” dalam arti berhenti melekat pada bapa atau ibu Anda, isteri atau suami Anda, anak-anak atau keluarga Anda, serta “melepaskan diri dari segala harta milik”, terlebih keakuan Anda, sekarang juga Anda akan keluar dari cengkeraman bahaya. Lalu Anda akan memperoleh ganjaran 100 kali lipat dan memperoleh kehidupan kekal, dalam pengertian Anda menemukan kembali kebahagiaan yang tiada tara sekarang juga.


Bisakah penderitaan dan ketidakbahagiaan Anda berakhir sekarang?  Bisakah kelekatan dan keakuan Anda berakhir sekarang juga?*

Terima kasih Romo Sudrijanta, betapa Romo sudah membukakan mataku luar biasa. Gusti Allah mberkati Romo selalu. Amin. 

No comments:

Post a Comment