April 07, 2014

Ku ingin semuanya….


Meninpau apa yang dilakukan oleh panutan ku, membuat bulu kudukku bergidik.  Sempat kudengar bahwa dia sejak kecil yang kalo ditanya apakah yang dicita-citakan? Bila kakak-kakaknya ingin menjadi dokter, insinyur, atau sarjana pertanian, dia malah mengatakan ingin punya duit buanyaaak kayak Mamah.

Sejak awal kuikut dalam kelompoknya, sering dia katakan, bahwa suatu waktu nanti kita akan besar. Entah dari mana? Dalam prinsipnya, kalo orang lain mulai meninggalkan sesuatu biasanya karena sudah mulai ndak ada daya tarik dalam suatu itu. Tetapi justru menurutnya, di situlah letak “daya tariknya”.  Hidup tidak dilalui dengan aman, dan nyaman, melainkan kenyamanan akan kita dapat bila diperoleh dengan cara perjuangan, dan berjalan di “pinggir-pinggir” jurang.

Hidup musti memiliki plan B, C dan seterusnya. Sementara orang normal hanya mengharapkan terjadinya plan A, syukur-syukur Plan B juga.

Bekerja dan berkarya, musti dilakukan dengan hasrat yang besar. Passionate. All out, tetapi sekaligus bila terjadi hal yang sebaliknya, musti rela dan diikhlaskan. Be here now.

Respect pada para sesama, dan menghargai semua orang.  Don’t underestimate orang yang kita temui, jangan-jangan dia memiliki hal yang kita justru tidak miliki, dan bahkan hal tersebut sangat kita butuhkan. 

Tidak ada kawan dan lawan yang sejati, tetapi yang ada hanyalah kepentingan pada suatu waktu dan tempat.
Persisten dan konsisten. Nah ini hanya pernah kudengar tetapi tidak pernah disampaikan langsung padaku.

Trust atau yakin, hanya perlu didengar sekali, sebab bila ditanyakan berulang kali berarti kita tidak yakin. Dan hal ini akan menimbulkan ketidakpercayaan.  Menurutku, di sinilah letak yakin dan sekaligus keikhlasan.

Demikian sementara yang ingin saya sharing….



Jakarta; 16:07;7Apr2014

Malayang


Menjelang usia yang ke empat puluh tujuh tahun, membuatku sering berdiam diri dan merenung.  Pikiranku melayang-layang ndak karuan, kadang ingin terbang tinggi menembus awan, kali lain ingin menembus bumi dan menelusuri kegelapan…

Apakah ini suatu tanda atau suatu masa yang menentukan untuk masa yang lain. Bukankah keadaan seperti ini pernah kualami atau ini merupakan hal baru yang kulalui?

Beberapa hari menjelangku tidur malam untuk menyerahkan diri, jiwa dan pikiran pada Sang Khalik, kurebahkan tubuh, sambil kupejamkan mata, tetapi pikiranku ndak mau diam bersamaku. Melayang, melayang dan terus melayang…..

Gusti, apakah yang hendak kau sampaikan, hamba siap mendengarkan…..




Jakarta, 13:36; 7 April 2014

April 01, 2014

Perlu Bantuan


Pada suatu ketika aku ketemu dengan sobat lama, setelah ngobrol ngalur-ngidul maka sampailah dia menyampaikan, apa boleh minta tolong

Sebagai informasi, sobatku ini dulu sewaktu SMP sama-sama main.  Bila ditanya apa cukup dekat, ya. Tetapi apakah masuk dalam kategori sangat dekat, jawabnya adalah tidak.

Masing-masing dari kita pernah mengalami masa sulit dalam berkeluarga maupun sebelum selama masa lajang.  Baik karena hal yang berhubungan dengan komunikasi, keuangan keluarga, spiritualitasseksualitas, mendidik anak serta bagaimana memfasilitasi ego kita dan minat kita yang belum tentu sama dengan anggota keluarga lain terutama pasangan kita.

Kembali ke pokok pembicaraan di atas, apakah kita perlu, harus atau selayaknya membantu sobat atau orang yang memerlukan bantuan?

Bila dijawab secara lisan, maka jawabnya adalah perlu atau boleh juga sih…

Nah begitu kita memperoleh informasi tentangnya, maka terjadilah bentrok antara pentingnya membantu dan dihadapkan dengan sikap yang berbeda dengan nilai atau value kita dalam menghadapi hidup yang dinamis ini.

Sebut aja contoh, untuk yang pertama, bila kita mendengar teman kita memerlukan bantuan karena menderita penyakit yang sudah regular memerlukan cuci darah, maka bila kita memiliki sedikit dana yang belum teralokasi, maka tentu akan dengan sukarela dan langsung membantu.

Kedua, bila ketemu teman yang sedang tidak bekerja, tentu dengan akses kita akan mencarikan akses untuk bekerja. Tetapi bila teman ini meminta dana saja untuk menutup hidup sehari-hari. Maukah kita langsung memberi dana ini?

Untuk pertanyaan kedua, ada beberapa pandangan, bila saya ingat cerita almarhum bapak dulu sewaktu kecil, beliau pernah menyampaikan bahwa kalau membantu orang tentu akan lebih berguna bila kita memberikan kail dibandingkan dengan memberikan ikan saja.

Tetapi bila dihadapkan informasi di atas, maka yang saya hadapi adalah sobat tersebut lebih memilih minta dana saja.  Ditambah informasi, bahwa pernah ada beberapa kawan yang membantu memberikan akses untuk bekerja tetapi respons dari counter party kita ternyata sang sobat ini justru tidak optimal, tidak betah juga tidak all out.

Jadi kembali pada topik kita di atas, akankah kita membantu?

Monggo…..



Jakarta, 15:33; 1Apr2014