April 11, 2013

Nakal di luar (rumah)


Dulu saya punya sepupu dari keluarga ibu.  Sewaktu rumah kami masih di Slipi, suatu ketika dia datang bersama keluarga besar. Seperti biasanya tamu, ibu memperkenalkannya pada kami bertiga. Ndak berapa lama kami sudah akrab dan bermain bersama. Dari awalnya yang ngobrol, lama-lama sudah main sepeda bergantian. Sampai akhirnya dia pinjam sepeda dan berkeliling kompleks.

Kembali ke rumah, sepeda dia tuntun, dan terlihat ban depan penyok seperti habis nabrak. Dia dengan santainya bilang, tadi sepedanya nabrak tembok.

Langsung diserahkan ke saya. Ndak terasa air mata langsung meleleh di pipi. Tak ada ucapan maaf. Melihat saya sedang bermain sepak bola dengan adik di garasi, segera dia ikutan. Dan langsung nendang bola sekerasnya ke arah pagar, bolanya kembali, dan diarahkannya bola tersebut ditendang ke arah adik saya. Kencang sekali. Adik nangis. Dia tertawa-tertawa saja. Ndak ada ucapan maaf. Langsung dia ke dalam tempat ibu dan bude (ibunya sepupu tersebut), dengan tangan kotor ambil kue dan menyambar segelas es sirop.

Aduuuuuh…… nakal banget ya…

Sepulang keluarga tamu tersebut, saya ceritakan hal ini ke ibu. Dan ibu hanya menyampaikan, sudah… maafkan saja sepupumu dan lupakan kejadian tadi. Aku protes, sebab sepeda rusak, mustinya dia bertanggung jawab memperbaiki dong. Juga aku ceritakan, adik masih sakit sebab kena bola yang sengaja diarahkan ke badannya. Ibu hanya diam, geleng-geleng, dan kembali menyampaikan:”sudah.. maafkan saja.”
Malam harinya, ibu cerita, bahwa anak yang nakal di luar rumah itu artinya menemukan kebebasan di luar rumah. Bisa terjadi di luar rumah, di sekolah, di manapun selama di luar rumah.

Juga ditambahkan oleh ibu, bisa jadi di rumahnya, dia takut berbuat apapun. Dia takut kena marah dan sering dimarahi serta di”kerasin” oleh orang tuanya. Jadi kemungkinan besar, dia akan behave di dalam rumah dan sak’enak’e dhewe di luar rumah. 

Mengingat kejadian tersebut, saya ingat bahwa hal yang sama sangat mungkin terjadi dengan orang dewasa.
Ilustrasi: ada rekan kerja saya dulu, terhadap karyawan dan staf atau non staf dibawahnya sangat keras, suka marah, membentak, serta mengintimidasi. Apa yang dilakukan timnya selalu salah, mudah berubah, sak’enak’e dhewe. Ndak menghargai kerja tim di bawahnya. Bahkan koleganyapun segan (atau malah malas) untuk berhubungan dengannya.

Pernah suatu ketika ada acara family gathering ulang tahun kantor, terlihat bahwa dia terlihat takut terhadap pasangannya. Apapun yang disampaikan oleh pasangannya dituruti segera mungkin. Bahkan ucapan dan kata-kata pasangannya cenderung ketus dan marah kalo ndak segera dituruti. Seperti dibawah tekanan hidupnya dalam berkeluarga. Ooooo itu tho kejadiannya. Jadi saat hidup di luar (rumah) dia merasa bebas dan sekarang giliran dia mengintimidasi orang lain.  Merasa menang juga orang yang ditakuti, maka dia seenaknya memperlakukan orang lain. Playing God, seolah menentukan hidup orang lain. Apa yang dibuat orang lain yang notabene bawahannya tidak ada yang benar (walau sudah sesuai dengan permintaannya.
Jadi setiap kejadian ada sebabnya. Mohon kiranya dapat dimengerti bahwa tidak setiap hal ada sebabnya. Juga berarti tidak setiap kejadian ada akibatnya.
Monggo….

Jakarta 11 April 2013

No comments:

Post a Comment