April 08, 2013

Hilang

Setelah kejadian kemarin, dan diputuskan untuk tidak memegang jabatan, terasa ada yang tidak biasa. Mengenang kejadian 4 tahun lalu, tepatnya April 2009, dimana juga diputuskan untuk tidak menjabat lagi, bahkan saat itu juga tidak memperoleh meja bekerja, ada beberapa perbedaan yang saya alami.

Pertama, rasa kehilangan terjadi saat tahun 2009 lalu, dimana secara sepihak dan tidak diperkenankan untuk melakukan appeal, saya dicopot dari jabatan dan dijadikan pesakitan, serta dituding melakukan penggelapan dana perusahaan serta diaudit. Walaupun hasilnya justru diluar perkiraan dan bahkan selama menjabat membuahkan hasil pada perusahaan, nama saya tidak direhabilitasi, juga tidak dilakukan apapun untuk menyebutkan hasilnya. Yang terjadi saat itu adalah terjadi 3 tahap, pertama, adalah tahap berjuang, denial, marah dan bahkan defensif. Bila dirunut kembali, tahap itu adalah pengakuan adanya tahap kehilangan. Dari tadinya diberi kewenangan, lalu dicabut , diganti, digulingkan, apapun namanya. Tahap kedua terjadi saat mulai dapat mengalihkan, dengan kegiatan yang dirasakan dapat menggantikan “rasa kehilangan” tersebut.  

Saat itu mungkin memang sudah dirancang oleh Tuhan dimana saya disibukkan dengan membantu perusahaan daerah dan mengambil kegiatan ekstra kurikuler belajar flute dan trumpet. Puji Tuhan ternyata perusahaan tersebut semakin berkibar, juga ternyata trumpet dilanjutkan oleh anak kedua. Tahap ketiga adalah tahap reda dan bahkan tahap bersyukur, dimana sejak dapat berserah, memperoleh manfaat, dan sudah tidak defensif bahkan tidak menuntut adanya rehabilitasi (it didn’t matter anymore-bukan mutung lho…), maka anugerah Gusti Allah nyata buah dan bunganya. Bahkan saat saya sudah memutuskan “what will be will be”, tanpa perlu direncanakan dan terkesan sebagai hadiah (sebenarnya saat ini saya liat sebagai ujian dan cobaan naik tingkat lagi) adalah tawaran menjadi dirut di perusahaan di sektor riil. Betapa luar biasanya. 

Saat dibandingkan dengan kejadian dan pengalaman tahun 2009 lalu, pada saat kemarin bertemu dengan bapak dirut, dan saat mendengar keputusan untuk penugasan saya berikutnya (yang kalo dijabarkan adalah “tidak ada tugas”nya) masuk dalam jajaran asistennya beliau dan pengurus perusahaan, dengan tugas nanti akan dipikirkan dan disampaikan (kalo ada); yakni saya tidak merasa kehilangan.

Bagaimana dapat merasakan kehilangan, lha wong saya tidak memiliki? Bagaimana dapat kemrungsung, wong tidak ada pada saya. Semua ini pinjaman, semua ini titipan, sehingga kapan waktu dipinjamkan dan dititipkan, kapan waktu diminta kembali. Kecewa? Kok ndak terasa begitu ya? Tidak terima kalo diminta, ya ndak begitu wong Gusti kalo menyerahkan dapat melalui orang lain, tetapi memintanya kembali dari orang lain.

Jadi kalo tidak memiliki, selama ini saya melakukan apa? Buat siapa? Mengapa mau? Apa untungnya? Bagaimana melakukannya? Waduh kok makin banyak pertanyaannya?

Lucunya kok ndak perlu dijawab ya? Lho kok ndak fight? Ndak melawan? Ndak kliatan jago bahkan kok ndak kliatan berjuang? Apa ini wujud manusia yang pasrah? Berserah? Wis pun terserah Gusti mawon.

Makin menarik saat saya semakin merasa bahwa menjadi asisten pengurus itu adalah saatnya belajar/introspeksi, tempat kawah candradimuka, mau belajar lagi, untuk tugas yang lain. Apa itu penting?

Apa perlu?

Lha akan dijawab apa yang penting dan perlu tadi juga wajib dijawab?

Ampun Gusti, saya ikut, nunut, manut dan nurut mawon. 

Jakarta, 2 April 2013

No comments:

Post a Comment