April 10, 2013

Menerima Paketnya


Seringkali saya melihat, mendengar dan membuat komentar atas suatu hal hanya melihat sesuai dengan persepsi dan kacamata (baca: mau saya saja). Kalo pas penginnya dilihat positifnya ya hanya melihat positifnya aja. Ato saat mau melihat (dan men-judgement) yang negatifnya saja ya hanya dilihat serta difilter yang negatif saja.

Contoh, saat saya kelas 2 SMP, dimana saya masih tinggal dengan orang tua, jelas dong kalo saya musti nurut apa yang dinasihati beliau. Lha wong tinggal dengan orang tua. Nunut ya musti manut. Sekolah dibayarin, makan diberi, tidur disediakan, apalagi yang diminta dan ndak diberi? Bukankah ini merupakan berkah Gusti Allah melalui beliau sebagai orang tua. Betapa nikmat dan enak kan. Tetapi apa yang saya minta saat itu? Kebutuhan sudah diberi dan disediakan, saya mulai minta “seperti” orang lain; teman-teman yang lain. Yang mana? Ya yang diperbolehkan main sepeda kemana suka, ya yang boleh naik sepeda motor (padahal untuk mperoleh SIM belum umur dan waktunya), ya yang boleh main band setelah pulang sekolah. Juga ikut tanding tenis kapan saya mau…

Coba para sahabat perhatikan. Ternyata saat kebutuhan (dalam bahasa Inggeris disebut needs) sudah dipenuhi, masih kurang terus…. Dan ini kalo boleh disebut adalah “kemewahan” atau “wants”. Contohnya adalah kalo biasanya makan sepiring, ya apa aja selama 1 piring kan membuat kenyang. Ternyata panca indera kita menuntut yang enak (di lidah), yang manis, yang gurih, yang kliatan menarik untuk dipandang, wuih….

Lho kok sekarang panca indera yang disalahkan?

Ternyata tingkatan pemenuhan terus, dan bila saya ndak bisa mengendalikannya (manage) akan terus membumbung.

Tadi malam saya baca buku karangan OSHO (monggo dicari dan dibaca sendiri, kapan waktu akan saya bantu untuk mengulas ya…). Bahwa saya hidup di dunia dengan segala keterbatasan, (dalam ruang dan waktu) ternyata dibekali ego untuk belajar. Sebab kalo saya hanya dibekali spirit (baca: ruh dan jiwa; sengaja saya pisahkan), maka segala yang ada di dunia menjadi ndak menarik wong segalanya sudah baik adanya dan wong di dunia ini “cuma” sandiwara kok….. jadi ya hanya titipan, sadar terus, tapi jadi ndak belajar……

Jadi saya hidup dengan bekal ego (yang maunya enaaaaakkkkk terus itu) musti diseimbangkan dengan “spirit” untuk “tali kekang”nya….. Paketnya ya musti diterima dua-duanya. Ada malam ada siang, ada terang ada gelap, ada manis ada pahit ada asam, ada sakit ada sehat, semuanya indah sekali. Dan saya dapat belajar dari semuanya, swing bandul bisa ke mana saja, tapi akan melewati titik tengah seimbangnya.

Monggo…..

Jakarta 10 April 2013

No comments:

Post a Comment