October 01, 2013

Kosong (Lagi)


Ada suatu cerita, konon pada suatu ketika, ada kejadian pangeran sedang mengidap penyakit yang sangat parah, sampai seluruh negeri kerajaan tersebut gundah, bingung dan resah.  Baginda Raja adalah seorang pemimpin negeri yang sangat dicintai rakyatnya dan di masa tua nya dengan mengharapkan sang pangeran akan menjadi penerusnya memimpin kerajaan dan mensejahterakan rakyatnya. Saat ini justru penerus tersebut di saat akan dilaksanakan suksesi tersebut, terkena penyakit yang luar biasa ndak gampang disembuhkan. Kalau wujud penyakit seperti luka, patah tulang, atau keracunan begitu mudah obat, penawar dan penyembuhannya. Tetapi penyakit yang diderita oleh sang pangeran tidaklah tampak, sehingga bila orang menjenguk beliau, secara fisik, tampak sehat, tidak kurang suatu apa.

Maka dibuatlah sayembara oleh Sang Baginda agar Pangeran kesayangannya dapat sembuh seperti sedia kala. Bermacam obat didatangkan, banyak tabib dihadirkan, tetapi Sang Pangeran bukan sembuh malah semakin parah. Dan setiap calon dokter didatangkan dan bertemu dengan sang Pangeran, pertama yang ditanya adalah," kamu siapa?" Mau apa ke sini?

Gejala yang diidap oleh Pangeran adalah, bahwa beliau merasa dirinya Ayam Jantan. Jadi setiap melihat matahari mulai bersinar di ufuk timur menyongsong hari baru, maka berkokoklah dia. Dan setiap melihat ayam betina, dikejarnyalah. Bahkan kalo melihat ayahnya, Sang Baginda memimpin rakyatnya, yang dilihatnya hanya ayam-ayam saja. Dia tidak tertarik untuk hidup dalam istana, malah dicarinyalah kandang ayam untuk hidup dan cari makan.

Setelah bertahun lewat, tanpa ada berita tentang kemajuan kesembuhan Pangeran, dan mulai frustasi serta putus asa, dan mulai menyerah. Datanglah seorang yang mengaku tabib tapi tidak terlihat seperti tabib pada umumnya.  Dia memohon pada Sang Baginda untuk diberi kesempatan untuk merawat dan menyembuhkan Sang Pangeran. Melihat potongan, wujud, pakaian, gaya bicara, serta caranya bertindak tidak seperti tabib, Sang Baginda ragu. Tetapi setelah beberapa lama berselang, dan keberanian serta persisten sang tabib berkehendak untuk merawat dan menyembuhkan Pangeran, maka setujulah Baginda untuk mengizinkannya menemui anaknya.

Begitu bertemu dengan Sang Pangeran, seperti biasanya, bahkan kali ini lebih galak saat bertanya niat dan siapa serta apa mau sang tabib.

Dijawabnya,"sayalah raja Ayam Jantan. Saya ayam jantan yang lebih berpengalaman dari mu. Kamu kan ayam jantan baru. Baru pemula. Jadi dengarkanlah aku yang lebih berpengalaman ini."

Sampai pada akhirnya mereka berdua menjadi akrab dan saling percaya. 

Pada suatu hari si tabib, mengenakan baju dan celana. Sang Pangeran, bertanya,"ngapain kamu? kenapa kamu jadi gila? Mosok ayam jantan pake baju seperti manusia?"

Dengan tenang sang tabib menjawab,"udah tenang aja, saya coba mengelabui manusia. Walaupun pake baju dan celana seperti manusia, tapi ndak ada yang berubah kok. Di "dalam"ku tetap ayam jantan.  Jadi dengan berpakaian seperti manusia, ndak akan berubah kok."

Sang Pangeran akhirnya percaya dan mengikuti.

Ndak lama, datanglah musim salju yang sangat dingin, maka tabib mulai memesan makanan dari istana. Bertanyalah sang pangeran,"kok kamu makan makanan manusia dan pake cara makan manusia? Ayam jantan kan ndak begitu."

Tabib menjawab,"tenang aja, makan dan minum cara manusia kan kliatannya, tapi di dalam ndak berubah kok. Kalo kita tetap merasa ayam jantan, ya tetap ayam jantan. Biar dunia aja yang menganggap begitu. Tapi di dalam kita tetap sama."

Begitulah kebiasaan-kebiasaan ini mulai berubah kembali dan Sang Pangeran kembali normal penuh seperti sedia kala. Tetapi di dalamnya siapa tau kan?

Demikianlah cerita ini, ternyata seperti halnya kita, kamu dan aku. Ingat bahwa kita hanya peniru dan pemula. Ndak lebih. Titik. Kamu juga mungkin menganggap dirimu adalah ayam jantan atau pahlawan, tapi sebenarnya adalah pemula, anak kemarin sore yang baru belajar mengeja huruf dan kata-kata.  Ada tabib yang siap mengajarkan, dan ahli di bidangnya datang pada ku dan kamu. (ok biar lebih gampang, contohnya aku saja).

Telah ku ketok banyak pintu, telah berbagai generasi dan jiwa ku jalani, tapi tidak ada yang datang menolong. Sampai suatu ketika sang Tabib datang.

Dia menjelaskan, saya bukan ahli, saya bukan orang luar. Saya juga telah menempuh perjalanan panjang seperti mu, dengan jalan ketidakwarasan yang sama, melewati jalan kegilaan yang sama. Saya juga telah melalui lorong kesusahan, kesulitan, juga kepedihan yang sama, bahkan juga lewat jalur mimpi buruk yang sama.  Bagaimanapun, apa yang telah saya lakukan tidak ada apa-apanya. Kosong. Tapi berikutnya mengajak mu untuk keluar dari kegilaanmu. Bagaimana?

Sebagaimana merasa diri adalah ayam jantan, atau memiliki badan fisik yang fana ini adalah kegilaan. Bahkan kalo kita ikut merasa sakit dan sedih karena badan dan pikiran serta hati kita disakiti itu justru lebih gila dan lebih ndak waras dibandingkan hanya merasa sebagai ayam jantan.

Saya mengajakmu untuk menjadi TANPA BENTUK. Mau?

Sebab apapun yang kamu rasakan, dalam bentuk apapun, itu adalah gila, ndak waras, edan dan  sebagainya.
Coba rasakan, sudah berapa kali kamu hidup, sudah berapa kali kamu di dunia. Bahwa sebenarnya kamu TANPA BENTUK, dan kamu tidaklah berbentuk apapun, juga bukan milik apapun siapapun, juga bukan masuk dalam kategori kasta, ras, suku, agama, nama, warga negara dari mana bahkan kegilaan seperti ketamakan jenis apa.  Maka sebenarnya kamu tidaklah berbentuk, tidak bernama, sehingga kamu tetap waras

 Mau?


Jakarta, 15:27; 1Okt2013

No comments:

Post a Comment