August 14, 2013

Omzet Tidak Tercapai, Perubahan Kebiasaan

Mendengar kalimat ini, tentu kita akan langsung membayangkan departemen Marketing kita tidak dapat menjual produk kita karena beberapa sebab. Apakah karena hal internal atau eksternal? Apabila disebabkan oleh hal eksternal, apakah bisa diperbaiki atau disesuaikan, atau kita terima nasib? Kalau ekstrimnya, mau terima nasib, apakah kita mau menderita kerugian? atau musti menyalahkan departemen lain? misalnya untuk kontrol biayanya?

Sepengetahuan saya (maafkan kalo salah), kalo produk sudah jadi, dan apa pembelinya. Apakah analisa dan kriteria produk kita adalah termasuk penting di mata pembeli? Sebab kan, kalo penting, tentunya pembeli tetap akan membelinya, tentu urutan berikutnya perlu melakukan penyesuaian misalnya penggunaanya dikurangi, dengan subsitusi produk sejenis, kualitas sama atau perubahan cara (how to).

Ilustrasi ini menarik sebab dapat diilustrasikan dengan analogi kebiasaan dan perubahan kebutuhan (need) menjadi pemenuhan keinginan (wants).

Contohnya, saat kita prihatin, kita biasa naik mobil baik itu ke kantor, pasar, antar ke sekolah. Begitu harga BBM naik, maka mulai disesuaikan, ke kantor naik motor, ke pasar naik bajaj. Mobil hanya dipakai sabtu minggu saja.  Sementara perubahan ini tentunya bukan tanpa "faktor x" pengikut seperti, musti berangkat lebih awal, bawa barang sesuai saja, tidak perlu koper, tas kecil dan tas laptop dibawa-bawa. Juga biaya kesehatan diperhatikan. Masuk angin, sakit kepala tentu menjadi awal pendamping penyesuaian.

Berjalan satu, dua, tiga minggu, saat kebiasaan mulai terjadi, maka tidak masalah lagi.

Begitu ada penyesuaian lagi di kantor, misalnya naik jabatan atau naik gaji, lalu, kembali ke mobil lagi. Motor, bajaj mulai ditinggalkan, driver pribadi dicari lagi. Mulailah, pemenuhan wants yang dikejar. Makan ndak mau pinggir jalan lagi, tapi musti restoran.

Nah beginilah hidup ini berputar.....

Monggo......



Jakarta, 14Aug2013, 9:21

No comments:

Post a Comment