November 01, 2011

Bertanya atau Rekonfirmasi ?

Suatu sore, anak saya bertanya,"pak, boleh aku minum es krim?" Sementara diketahui bahwa dia sedang pilek dan sedikit batuk. Bagaimana menurut rekan pembaca?

Bila kita ingin menyenangkan anak tersebut, tentunya akan kita setujui, tetapi bila kita melarangnya, apa yang akan terjadi? Akan marahlah dia dan mutung ngambek. Kebetulan, kejadian ini hari Sabtu kemarin, saya jelaskan bahwa kamu boleh minum es krim nanti hari Selasa. Jadi dimata si anak adalah "harapan" akan bisa minum es krim, walau saya tidak melakukan larangan.

Tadi pagi-pagi sekali, dia membangunkan saya dan mengatakan," pak, ini kan hari Selasa, jadi aku boleh minum es krim kan?" Terdengar di kalimatnya bahwa dia senang sekali, juga terlihat di mata nya. Now it's the time....

Pernahkah rekan pembaca mengalami kejadian seperti di atas (tentu dalam konteks dan skala) yang berbeda.

Bila kita bertanya pada atasan atau pasangan, apakah rekan sudah "menyetel" jawaban yang ingin didengar atau betul-betul membutuhkan jawaban yang sebaiknya?

Jadi bila ternyata dijawab "tidak" apakah kita siap? Ataukah kita mengharap penjelasan? Atau rekan justru menginginkan adanya "harapan"? Jadi apakah penting bila "tidak" sekarang tetapi "iya" nanti/besok/tahun depan?

Nah bila yang memberi jawaban demikian adalah Gusti Allah kita? apakah kita akan mutung/ngambek? Lalu menganggap Tuhan tidak mendengar doa dan permintaan kita? Padahal kita bertanya tetapi sudah "mendikte" jawabannya pada Tuhan, menurut "mau" kita.

Hayooooooo........tidak mudah......

Demikian sharing ini, matur nuwun sudah meluangkan waktu.

Jakarta 14.48 Nop01,2011

No comments:

Post a Comment