April 23, 2012

Bertemu Prof Dorodjatun...


Pelajaran penting dari pertemuan dengan Prof Dorodjatun…

Setelah memperoleh waktu untuk bertemu dengan beliau, ternyata kesan pertama bahwa beliau pernah menjadi Dekan FEUI, Menteri sewaktu zaman Orba, Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat, Menteri zaman Reformasi, Komisaris Utama di beberapa perusahaan ternama, hampir tidak tampak. Justru beliau tampak sebagai seorang sahabat yang bersedia sharing pengalaman dan pertimbangan di masa mendatang.
Pertimbangan untuk menghadapi masa depan inilah yang membuat saya memberanikan diri untuk menghadap beliau.  Saya belajar dua hal besar, yaitu bahwa hadapilah segala sesuatu tanpa emosi (dettachment), kedua disiplin dalam memilih.
Hal pertama tampak dalam tindak tanduk, sikap dan pola pikir beliau yang setia pada prinsip dalam menghadapi hidup.  Beliau sampaikan,” apa sih yang permanen di hidup ini? Bukankah itu kematian dan perubahan. Jadi apa yang perlu kita siapkan? Legacy. Apa yang akan kita tinggalkan yang akan bermanfaat bagi sesama.”
Luar biasa. Beliau sampaikan bahwa hidup ini untuk dihadapi, terlalu singkat untuk melakukan hal-hal yang sia-sia. Berpikir dan bertindaklah strategis dan berdampak jangka panjang. Godaan sesaat adalah pola masa lalu.
Bahkan beliau sempat membagi nasehat orang tuanya,”mintalah nasihat dari orang tua atau orang yang kamu tuakan; juga mintalah nasihat dari gurumu. Bila tidak demikian, maka hiduplah yang akan memberikannya.” 
Disiplin, ini merupakan hal kedua yang beliau sampaikan. Kenapa? Sebagai contoh, banyak sekali orang lupa (atau tepatnya nglupa) saat berkuasa, saat berpunya, saat ada kesempatan, tetapi hal yang dipilihnya adalah yang berdampak jangka pendek (short-term-nisme). Sehingga temptation (godaan) yang seolah indah dan enak tersebut langsung ditubruk tanpa memperhatikan apa yang seharusnya kita lakukan, sesuai dengan tujuan kita.
Ilustrasi, banyak perusahaan setelah bertumbuh, maju, lalu kesempatan ada untuk semakin berkembang, apalagi pendanaan memadai.  Lalu yang dipikirkan adalah integrasi. Bila berdisiplin, maka yang kita pilih adalah integrasi vertical atau integrasi horizontal. Tetapi ingat, saat itu godaan begitu menggairahkan, maka yang ditubruk adalah investasi dalam bidang-bidang yang (hampir) tidak berhubungan dengan bisnis asli-nya.
Bayangkan, apa yang terjadi bila kita masuk dalam usaha yang bukan kompetensi kita? Apakah akan berjalan baik dalam jangka panjang? Apakah tidak ada “cara” lain untuk memperoleh benefit?
Pola yang kedua erat hubungannya dengan pertanyaan, apakah kita perlu memiliki atau hanya menguasai?

Beruntungnya saya sempat bertemu muka one-on-one sharing dengan beliau. 

Demikian tulisan kali ini di sampaikan. Monggo….. 
Tuhan memberkati rekan tercinta selalu.

Jakarta 17.10 23Apr2012 

No comments:

Post a Comment