September 09, 2011

Sebaiknya mana lebih dulu, ide atau uangnya?

Menyimak koran tadi pagi, dimana kepala proyek arena olah raga internasional menyampaikan pada surat kabar bahwa untuk menyelesaikan proyeknya dalam 2 bulan ke depan tidak dapat ditepati.

Apa pasal?

Menurutnya, dana dari pemerintah belum turun, sedangkan sampai saat ini kontraktor sudah "habis-habisan". Salah satu juru bicara pemerintah menyampaikan bahwa, progress perkembangan proyeknya belum diterima sehingga pencairan tidak dapat dilaksanakan. Sementara uangnya sudah siap. Dijelaskan lagi, bahwa untuk yang dianggarkan sudah siap, tapi untuk tambahan (kalo ada) belum disiapkan.

Rekan pembaca yang budiman, apa yang menarik untuk diambil hikmahnya? Kembali pada pertanyaan awal, mana yang sebaiknya ada duluan, ide (penyelesaian), progress (yang sudah dilakukan) atau dana yang disediakan?

Pada saat masih sekolah dulu, ada rekan saya, sebut saja Bun, yang selalu punya ide (bila kepepet). Suatu ketika dia ingin pergi ke Bandung.
Untuk biayanya karena belum ada, maka dia menghadap kepala Tata Usaha Sekolah, katanya, "pak, apakah bapak punya uang Rp 150.000,-?"
Dijawab, "untuk apa, untuk siapa?"
rekan saya menjawab"untuk saya pak." dilanjutkan,"bapak ada hal yang bisa saya bantu? Biar saya yang mengerjakan saja."

Pada ilustrasi di atas, terlihat "dana" duluan, ide sebagai tukar (exchange) belakangan. Tapi bila kita telusur ke dalam lagi, ide supaya memperoleh dana adalah "pergi ke Bandung", walau sebagai bentuk tukarnya adalah "kebutuhan" dari bapak kepada tata usaha tadi.

Seringkali dalam hidup kita, pemunculan pertama adalah ide sebagai bentuk tukar (transaksi) saja. Sehingga setiap pihak mencoba untuk mencari tahu apa yang menjadi "pendorong" tersebut. Menjadi masalah bila kita sudah berprasangka bahwa pihak lain (pasti) memiliki niat (pendorong) yang ndak baik sebelum bertemu dengan kita.

Sehingga muncullah "What is in IT for ME?" (terjemahan bebasnya, apa untungnya (melakukan) ITU untuk SAYA?).

Apakah ini bisa digolongkan sebagai budaya pamrih? Kalo ndak ada untungnya buat saya, ngapain kita bantu? ngapain kita tolong? ngapain kita bertransaksi dengannya? Waduh....

Apakah masyarakat sudah sedemikian jauhnyakah? Apakah kita juga demikian?

Demikian pembaca, semoga tidak membebani langkah "kecil" kita untuk menjalani hidup yang indah ini. Tuhan memberkati pembaca selalu. Amin.

Jakarta 10.55 9Sep2011

No comments:

Post a Comment