September 28, 2011

Percaya dan merelakan

Dalam berhubungan dengan orang lain, baik itu dalam hidup berkeluarga, teman sekerja atau dengan sahabat, seringkali kita dengar bahwa kalo saling percaya ya ndak usah khawatir. Tapi apa hal ini mudah diterapkan?

Saat mulai pacaran dulu, bila sang pacar bertanya, "apa kamu percaya sama aku?" tentu saja kita jawab,"ya, aku percaya sama kamu". Walau saat kita liat dia berbincang dengan teman lawan jenis, hati kita jadi was-was, khawatir, apalagi kalo sang pacar bercanda dengan mesra, dan bisa tertawa lepas. Dibandingkan bila bersama kita sangat jarang hal tersebut (tindakan yang lebih loose) kita temui. Lho, kok begitu ya?

Ada buku yang penulis baca, bahwa saat hati kita turut dalam tindak tanduk, maka sesuatu yang mudah menjadi lebih sulit. Saat kita ndak punya hidden agenda (baca: ada hati) maka kita dengan mudah bicara, bercanda dan bahkan mengejek (sambil bercanda) dengan lawan jenis. Nah, coba rekan pembaca bayangkan, apakah akan sama kejadiannya bila kita punya perasaan (naksir) dengan si lawan bicara. Biasanya, tindakan kita menjadi hati-hati, bicara diatur, bercanda tidak lepas, bahkan betul-betul menjaga perasaannya.

Nah, menarik bukan.

Dalam kejadian lain, misalnya di tempat kerja. Saat kita tidak memiliki hidden agenda (misalnya mau mengharapkan ada untung persenan dari transaksi ini), maka kita akan bertindak lebih lepas, all-out, bahkan full hearted mengawal transaksi dengan tujuan untuk kepentingan bersama. Pernahkah rekan sekalian temui bahwa kita menjadi curiga dan khawatir saat rekan kita mulai demikian "hati-hati" atau demikian "menjaga" agar transaksi tersebut harus berhasil dan seolah-olah diperlakukan sebagai barang yang mudal pecah "fragile".


Pada buku lain, penulis pernah membaca bahwa, bukankah sebaiknya kita kerjakan suatu hal seolah-olah keberhasilannya tergantung dari upaya dan effort kita, sementara di saat yang sama, kita "serahkan" pada Tuhan karena hanya perkenanNya-lah, bila saatnya tepat, maka Tuhan akan mengkaruniakannya pada kita indah pada waktuNya.

Jadi fight, full-hearted, dan all-out, sekaligus, rela apapun hasilnya sebab Tuhanlah yang memnentukan indah pada waktuNya.

Paradox? Menarik bukan? Bagaimana pendapat rekan sekalian? Silakan......

Jakarta, 21.45 Sept28, 2011

No comments:

Post a Comment