December 11, 2012

Senyum


Apakah benar-benar kita tersenyum?

Lho kok bertanya seperti ini? Apa yang salah? Apakah saat tersenyum dalam hati kita juga tersenyum? Apakah memang kita menebarkan senyum kita untuk sesama kita?

Atau...justru kita kita tersenyum hanya agar keliatan (baca: pura-pura) dan tercipta image ramah? Lalu untuk apa biar kelihatan ramah?

Nanti kalo kita kelihatan ramah, makin banyak orang mendekat, sebab ramah identik dengan baik hati....
Lalu tiba-tiba kita didatangi banyak orang minta tolong....
Urutan berikutnya kita merasa terganggu....
Dan kemudian merasa lho kok orang lain ndak mbantu kita?
Kok kita yang musti ngerti'in orang lain.....?
Lha kalo kita yang lagi down...siapa yang dapat kita temui atau telpon atau mau mendengar keluh kesah dan bahkan membantu kita?

Sebentar.......lho kok malah itung-itungan.
Jadi kayak orang dagang.
Pamrih.

Wah hidup jadi berat, sebab kita perlu ngitung, kalo kita senyum, bekum tentu kita dibalas drngan senyum. Kalo kita mendengarkan keluhan teman, belum tentu mereka akan mendengar keluhan kita...

Ndak ah.... Saya memilih untuk senyum, baik dengan otot-otot muka, hati juga.. Mu dibalas senyum ya monggo...ndak dibalas juga ndak apa-apa.
Klo satu kesempatan kita mau mendengar keluhan teman, ya ndak musti kita menganggap nanti dia musti mendengar kita. Jadi kalo mau ya monggo, atau saat tertentu kita sedang ndak mau mendengar ya ndak apa-apa....

Nanti kita dibilang sombong, ndak ramah... Ya mbok ben, biarin aja... Kalo hati dan niat kita mau lakukan, just do...., monggo. Kalo lagi ndak ma ya sudah. Mau diomongin, mau dibenci, ya biarin....

Jadi kembali ke atas, apakah kita mau senyum dengan "ringan" tanpa beban? Atau mau dengan beban yang itung-itungan? Silakan memilih, sumonggo kerso.

Jakarta, 19:56; 6Des2012

No comments:

Post a Comment