March 10, 2014

Pencarian



Sudah hampir dua minggu aku merasa aneh, marah, ngedumel, mengeluh, mengesah, ndak sabar, kesel, sebel, benci, terpojok, dipental’in, di-pingpong, dikerjain, dibiarin, disuruh-suruh, tapi juga ditabrakin tembok. 

Awalnya kukira hal ini karena apa yang aku rasakan berasal dari luar ku, malah pada minggu pertama distraction, aku ndak mau olah raga, jadi dalam satu minggu tujuh hari itu, hanya kulakukan satu kali, pelarianku ke makan. Sampai pada puncaknya suatu malam setelah misa kami sekeluarga makan di restoran padang dan kumakan apa yang kuingin makan. Saat itu ndak terasa. 

Turning point terjadi esok harinya, hari senin minggu lalu pas pagi, dimana begitu bangun pagi, ku terasa semangat dan melakukan olah raga jogging lebih kurang lima puluh tiga menit. Badan segar, pikiran segar, excitement terasa dalam auraku. Menyebar, menyeruak, menyembul kemana-mana sampai pada makan pagi, masih basah kuyup oleh keringat, dan setelah makan untuk memperoleh hasil yang optimal, kuminum fat burner. Nah ini……..

Masih sempat ku mampir ke bank sebelum kantor, juga sesampai di kantor, masih terasa badan dan tenggorokan panas serta kering. Kupikir hanya karena sport yang memeras keringat, sehingga kebutuhan air begitu besar.  Akhirnya sakit kepala dan tekanan darah yang naik cukup tinggi. Yang pada gilirannya membuat pentingnya bedrest dan mengurangi serta mengelola makanan asupan badan ini. 

Pada sabtu minggu kemarin, setelah beberapa hari mulai pemulihan, kurasakan kembali apa yang terjadi hampir dua minggu lalu, dan tetap menyeruap menyembul keluar…. Apa sih yang sedang kucari? Kok segitunya membuatku terhuyung-huyung kena tinju?

Beruntungku punya pasangan pacarku selalu, istriku tercinta. Juga di sampingku anak-anakku yang tetap ada dan berkenan berbincang denganku. Kelihatannya ini merupakan buah Berkah Gusti Allah, yang selama ini kucari. Diperkenankanlah mewujud di sekitarku.  Padahal itu semua sudah ada dalam ku, melekat dalam ku, menyertaiku selalu. Kok musti kucari keluar, di luar, dan bahkan di “kebendaan” di luar ku. Nuwun sewu mohon maaf Gusti, maafkan ku terus melakukan ini…..

Membaca karya Osho, salah satu spiritualist yang ndak bosan membagikan berkah Gusti, melalui tulisan-tulisannya, “Twenty Difficult Things to Accomplish in this World”.  Atau terjemahan bebasnya, ada dua puluh hal yang sulit dicapai di dunia ini.  Ndak usah baca keduapuluh hal tersebut, baru membaca dan meresapkan yang pertama saja sudah serasa kena tendang dan dipukul pake bangku bakso kayu. Nah lho, yang begini ini……

Pertama, It is difficult for the poor to practice charity. Yang diterjemahkan bebas, Sulit bagi orang miskin untuk membagi sesuatu.  Nah lho. Belum-belum kita sudah membayangkan, waduh orang miskin kok disuruh (diminta) untuk berbagi? Lha wong yang ada padanya aja kurang. Sebentar-sebentar, jangan-jangan, ini miskin yang lain maksudnya…..

Demikian secuplik kalimat yang “cukup nendang”…  Hidup ini bukanlah digambarkan sebagai jalan yang melimpah bunga, mewangi, indah dan seterusnya.  Hidup ini sulit, kompleks.  Jadi memang sangat langka untuk tetap hidup dengan roso yang “penuh” setiap waktu.  Mewujud lahir di dunia adalah satu hal, tetapi tetap “hidup” menjalani kehidupan ini, nah ini hal lainnya.  Sebab mewujud lahiriah ini adalah badani, tetapi “tetap hidup” adalah dimensi yang benar-benar-benar berbeda, sebab ini sudah masuk dalam kancah spiritualitas.  Betul, bahwa “berpindah” dari badaniah ke spiritualitas adalah sulit.  Penuh tantangan di sini.  Perlu loncatan yang luar biasa.  ……

Osho menyampaikan pula, …ada terdapat dua puluh puncak Himalaya yang menantang anda, ini adalah undangan besar untuk anda.  Jangan menetap di lembah (subur) yang aman, nyaman. Anda tidak akan bertumbuh, tetapi (hanya) bertambah tua. 

Kembali pada Hal Pertama menurut Osho. Bagaimana kita akan membagi lha wong kita sendiri miskin? Sebentar, jangan terintimidasi dulu, yang dimaksud miskin di sini bukan hanya harta, tahta dst….  Sebab katanya, … jika kita tidak memilikinya, ya jelas ndak dapat membagi dong… Untuk membagi pada yang lain, pertama-tama, anda musti memilikinya. 

Lanjutnya, …saya melihat demikian banyak orang mencoba membagi cintanya kasihnya, dan mereka tidak memiliki cinta.  Karena yang ada padanya adalah kesulitan, keluhan, maka yang mereka bagi adalah kesulitan, kesusahan, dan keluhan akan beratnya hidup saja.  Pada saat berbincang, silaturahmi, coba ingat kembali, apa yang anda bincangkan? Anda pikir sudah berbagi cinta, tetapi yang anda bincangkan adalah kesusahan, kesulitan, keluhan. Nah ini apa yang dimaksud dengan cinta?

Untuk dapat membagi cinta, kasih, anda musti pertama-tama merasakan energi cinta tersebut.  Cinta tumbuh dari “dalam” diri. Cinta tidak tumbuh dari luar.  Kalo dari luar itu bukan cinta, melainkan pamrih, jual-beli, dagang, itung-itungan. Energi cinta, akan menyeruak keluar, luber, menyebar, menular, yang bahkan anda sendiri tidak dapat menahannya untuk tidak berbagi.  Energi cinta tidak itung-itungan, misalnya, bagaimana kalo orang itu menolaknya, bagaimana kalo dia justru meninggalkan saya, dst.

Cinta tidak terbendung. Kasih tidak memilih, energi kasihlah yang menyembur semua yang ada di sekitar kita.

Nah kembali pada pernyataan Osho, bagaimana kita mau berbagi kalo ndak memiliki kasih dan cinta?

Anda punya kasih dan cinta? Atau yang anda punya adalah kesusahan, kesulitan, pamrih? Mosok hal ini yang dibagi? Lha wong ini aja deficit (of love) kok mau berbagi?  

Monggo….


Jakarta, 07:07; 10Mar2014

No comments:

Post a Comment