January 30, 2014

Penghargaan





Mendengar kejadian di warung kopi tadi malam, sambil nunggu kemacetan, ndak sengaja kudengar obrolan beberapa orang di sekitarku.  Ada yang mengeluhkan tidak adanya penghargaan di kantornya, ada yang mengeluhkan kondisi jalanan yang seakan dibiarkan atau menunggu rusaknya jalan baru diperbaiki saat musim hujan tiba, ada yang mengeluhkan anaknya yang mulai beranjak remaja dan ndak nurut orang tuanya, satunya yang dipojok menceritakan istrinya yang mulai berubah sikapnya saat dia pindah kantor.

Menarik sekali nguping sambil ngopi ini. Sampai-sampai, ndak terasa cuaca dingin, lembab dan mulai agak panas karena di tenda mulai disesaki orang yang masing-masing memberikan energinya saat bercerita.  Juga kuperhatikan, ternyata mereka memang butuh bercerita tetapi ndak butuh penyelesaian solusi. Jadi intinya ya cuma butuh kuping orang lain aja dijadikan tempat sampah keluhan mereka.  Hua ha ha ha, sadis sekaligus manusiawi yak?

Asyik deh pokoknya. Lha wong modal kuping dan konsentrasi aja sudah bisa senyam-senyum.  Macem mendengarkan komikus stand-up comedy tapi isinya getir….

Yang kalo ditelusuri kira-kira, masing-masing telah kehilangan kebanggaan diri karena merasa tidak dihargai oleh pihak lain yang menurutnya “mustinya” melakukannya untuk”nya”.  

Lho kok bisa-bisanya penghargaan musti didapatkan? Bukankah penghargaan itu berarti rasa hormat, salut dan terima kasih pada pihak lain. Ataukah ini musti didapatkan? Apa iya kita pelakunya melakukannya untuk orang lain? Apa ndak tindakan yang katanya pengorbanan itu dilakukan untuk ego dirinya sendiri? Sebab kalo sudah bertindak (berkorban) kan mustinya dihargai, disembah terima kasih, atau malah diarak keliling jalan protocol.

Rasanya benar kata Paulo Coelho dalam bukunya Pilgrimmate (Ziarah), yang menyampaikan, bahwa tindakan yang tulus untuk apapun, untuk siapapun, apapun alasannya, sungguh indah bila “ditolak” orang lain, tetapi kita justru mengikhlaskan apapun yang energi kita sudah lepaskan dan apapun hasilnya, dan ini yang membuat semakin menarik, yakni mendoakan semoga usaha tindakan kita memberikan manfaat bagi orang/mahluk atau apapun yang “pas” membutuhkannya.

Agape, katanya. Yakni energi yang dilepaskan, didoakan, dan mengalir pada mahluk yang “juga” ikhlas akan menerimanya. Sehingga energi baliknya memberikan “roso” yang membuat kita “merasa” kecil dihadapan Gusti Allah Sang Maha Ada tersebut.

Monggo….


Jakarta, 10:07; 30Jan2014

2 comments:

  1. ilmu paling susah yang belajar nya seumur hidup ya, pak..
    Ilmu Ikhlas.

    saya sedang belajar cinta Agape, cinta calon ibu buat anaknya, katanya ikhlas tidak berbalas, tapi kok kadang-kadang masih gak tahan suka ngeluh. hahaha berarti belum lulus..

    terimakasih postingannya pak, mencerahkan sekali.

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun sanget sudah mampir dan komentar ibu Nad... Berkah Gusti selalu bersama ibu

    ReplyDelete