Belakangan ini beberapa kata ini sering aku dengar, aku
baca, aku liat di media cetak maupun media elektronik. Kok begitu gampang orang
mengatakannya? Apa sebenarnya hal ini benar-benar dia inginkankah? Apakah hal
ini ingin diterapkan untuk orang lain kepadanya semata atau dia juga secara
konsisten melakukannya pada diri sendiri, juga pada orang lain?
Nyinyir kah aku? Ya jelas dong, lha wong aku melakukannya
aja teman, juga keluargaku protes. Apalagi orang lain yang ndak dikenal.
Jujur, apa sih yang dimaksud jujur. Dalam bahasa dan
pengertianku, jujur adalah menyampaikan apa adanya, tanpa dibumbui, tanpa
diubah intonasinya, juga tanpa dikurangi. Just it. As is. Coba aku jujur pada
istriku, kalo aku punya pacar lagi. Pasti dia akan murang moring marah-marah
ndak karuan. Sebelum minta penjelasan, pasti dia akan mutung, ngambeg. Kedua, coba aja, aku jujur pada perusahaan
tempatku bekerja kalo aku juga masih bekerja untuk perusahaan lain. Maka
aturannya menjadi bingung. Mau dihukum, dia jujur, ndak dihukum karena sudah
ngaku dan self-declare, kok ndak sesuai dengan aturan. Maka semuanya serba
bingung, jengah malah susah.
Jadi maunya apa sih?
Apa iya jujur itu tuntutan ku (enaknya pake istilah sendiri
kan? Daripada pake istilah orang lain?) hanya untuk orang lain padaku? Atau
memang aku juga jujur pada orang lain? Hayoooo ini kan timbal balik. "Mau
ndak"? Maafkan ya, aku ndak tanya "mampu atau ndak"? Lha orang itu pasti mampu, tapi mau atau ndak
itu yang selalu menjadi masalah.
Terbuka; nah ini aneh lagi. Orang sering teriak-teriak minta
keterbukaan, disclosure, itu bahasa kerennya, transparansi. Nah kalo terbuka ngablak? Telanjang? Semua
orang boleh meniru? Coba dipikir dulu, maksudnya terbuka itu opo?
Misalnya: dulu waktu kecil aku sempat pake uang ibu untuk
beli permen. Sebab sebelumnya kuminta dibelikan permen (terbuka kan?), tapi ibu
ndak setuju (juga terbuka kan?). jadi saat ibu memintaku beli minyak di warung
depan, kembaliannya kubelikan permen (ndak jujur). Lalu kubagi-bagikan pada
mbak ku dan adik ku. Sore hari, baru ibu tanya, Le.. (asal kata Tole),
kembalian beli minyak tadi kemana? Kujawab,"he he he, bu tadi kubelikan
permen (jujur setelah ditanya), kumakan dan kubagi ke mbak dan adik."
Oalahhh Le... itu kan sebenernya buat tabunganmu (blessing in disguise... tapi sudah telat).
Halaaaah. Waduh...
Ini yang namanya jujur, ndak terbuka tapi malah bikin nyesel
sebab artinya ndak jadi deh tabunganku nambah. Lha wong sudah dimakan dan
dibagikan.
Jadi apa iya kita masih menuntut orang lain untuk jujur,
terbuka, transparan, dan telanjang, sementara kita sendiri ndak mau
melakukannya pada diri sendiri apalagi buat orang lain secara sukarela, yang
tanpa diminta? (baca: dipaksa sebab kepergok...)
Monggo.....
Jakarta 10:54, 7Nop2013
No comments:
Post a Comment