Baru saja mendengar salah satu rekan sahabat saya, bercerita
bahwa ada tugasnya sekarang diminta untuk mengalihkannya.
Waduh apa yang terjadi?
Apakah tugas tersebut begitu penting sehingga bagian lain yang
mengerjakannya ? Kedua, tugas koordinasi yang biasanya merupakan
tugasnyapun saat ini telah diserahkan pula.
Lalu dijelaskan pula bahwa salah satu anggota tim terbaiknya
akan pergi untuk mengubah nasib mencapai yang lebih baik. Dia begitu bangga dan
perih dalam menceritakannya. Bangga karena membuat sang anak mentas dan berani
menghadapi hidup selanjutnya. Perih karena ditinggalnya, sekaligus disaat yang
sama kondisi rumah tangga ini sedang ndak harmonis, yang notabene tidak bisa
diubahnya agar lebih kondusif.
Ibarat orang tua yang musti mengikhlaskan kepergian anaknya
untuk mengarungi hidup lebih baik, sementara untuk dirinya sendiri makan saja belum
cukup.
Lebih mengenaskan hati, karena dia masih muda, sehingga aku
ndak rela bila dia patah arang. Apalagi nanti akan menyalahkan keadaan.
Kudoakan semoga dia segera diberkahi Gusti Allah untuk bangkit, dan segera
menapakkan kakinya di dunia yang indah ini.
Disampaikan cerita di atas sekaligus menjelaskan permintaan
maafnya sebab dia sudah ndak mungkin lagi mendukungku. Tanpa sepatah katapun
terucap, seolah kerongkonganku tercekat. Kering.
Hanya kalimat sekaligus doa ini yang terlontar,"mas,
semoga Gusti mberkati mas selalu. Yakinkan
bahwa Gusti yang mengambil, Gusti Allah pulalah yang mengisinya nanti. Amin."
Jakarta, 12:00, 18Nop2013
No comments:
Post a Comment