Berikut
ini kutipan dari jawaban Romo Sudrijanta atas pertanyaan dari peserta
Meditasinya:
Menikah atau
tidak menikah adalah pilihan
seperti halnya kita memilih untuk bekerja mandiri atau bekerja sebagai
karyawan. Bedanya, pilihan menikah atau tidak menikah merupakan pilihan hidup
yang lebih fundamental dibanding memilih pekerjaan.
Apakah
kecenderungan untuk “membiarkan
segalanya mengalir” tidak lain merupakan ekspresi dari ketidakberdayaan menentukan “pilihan
arah” atau merupakan suatu “sikap batin” yang terbuka terhadap semua
kemungkinan?
Apakah pilihan-pilihan kita lebih ditentukan oleh
kelekatan kita (nafsu, kesenangan, ketakutan, dst) atau oleh sikap lepas bebas? Adalah
sangat penting untuk mengolah batin hingga kita mencapai sikap lepas bebas.
Dalam keadaan lepas bebas, tentukan “pilihan arah” (menikah atau tidak menikah)
dan laksanakan pilihan tersebut apapun bayarannya.
Menarik
dalam membaca sekelumit jawaban Romo Sudri dalam menjawab kegalauan salah satu
peserta Meditasi Tanpa Objek-nya. Galau
yang diantar oleh rasa ingin kejelasan, kestabilan, kebaikan, peningkatan, tapi
tidak ingin melakukan upaya sebab pengalaman peserta, saat melakukan upaya
hanya akan membuahkan keraguan apakah nanti pilihannya benar?
Jadi
keraguan ini seolah penghindaran akan penerimaan paket atas suatu pilihan. Ilustrasinya adalah membeli mobil baru. Saat masih merupakan keinginan, aku
berandai-andai aku akan bahagia kalo bisa membeli mobil Toyota Alphard*)
tersebut. Kubayangkan saat pertama bisa membelinya betapa membanggakannya?
Akan
kupamerkan pada pasangan, pada anak-anakku, pada sobat dan temanku, biar saja
orang yang membenciku semakin benci sebab akhirnya mobil tersebut menjadi
milikku. Dan saat ku bisa memperolehnya, betapa senang dan bangganya
hatiku. Saat menjalankan dan bermobil
didalamnyapun terasa orang lain akan memandang dengan iri karena menginginkan
kenyamanannya. Dan beberapa saat
kemudian, mulailah aku menghadapi kenyataan, bahwa spare-partnya mahal, saat
kedua spion mobil ini dicopot paksa oleh sekelompok anak muda di sekitaran
Semanggi Senayan. Berikutnya, saat mobil ini tersenggol gerobak penjual kaki
lima, di sebelah kiri atas ban. Maka luka lecetlah mobil kesayangan.
Ditambah,
bensinnya yang tergolong boros. Hua ha
ha ha ....
Malah,
dulu bapakku pernah menyampaikan, beli mobil gampang, tapi memakai dan
memeliharanya dengan bijak itu yang sulit. Tapi kalo kamu sudah melampaunya
maka mudahlah kamu menjalaninya.
Monggo....
Jakarta
13:03, 7Nop2013
No comments:
Post a Comment