September 16, 2013
Oleh Romo J. Sudrijanta
“Jikalau seorang datang kepadaku dan
ia tidak membenci bapanya, ibunya, istrinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya
laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi
muridKu. Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan
dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi muridKu.” (Lukas 14:26,33)
Setiap orang tidak ingin hidup
menderita, tetapi faktanya hanya sedikit orang yang hidup sungguh-sungguh
bahagia. Mengapa? Karena kebanyakan orang memiliki delusi atau pandangan keliru
tentang kebahagiaan yang justru menghalangi orang untuk meraih kebahagiaan yang
sesungguhnya.
Sekalipun orang merasa bahagia,
selama kebahagiaan tersebut tidak bebas dari ego dan kelekatan, maka
kebahagiaan tersebut sesungguhnya adalah penjara. Kebahagiaan seperti itu
adalah bentuk lain dari ketidakbahagiaan. Tidak semua orang bisa melihat fakta
tersebut karena delusi yang membuat orang tidak bisa melihat penjara sebagai
bahaya.
Berikut adalah beberapa contoh
delusi tentang kebahagiaan.
Pertama,
Anda tak bisa bahagia tanpa hal-hal yang Anda anggap sangat berharga, karena
Anda melekat pada hal-hal itu. Itu jelas saat Anda merasa
takut kehilangan sesuatu atau seseorang yang Anda cintai. Itu juga jelas saat
Anda merasa tidak bahagia karena Anda merasa tidak memiliki sesuatu seperti
orang lain miliki, yang membuat Anda suka membanding-bandingkan dan iri hati.
Faktanya, tidak pernah satu detik
pun Anda tak memiliki semua yang Anda perlukan untuk bahagia. Anda sudah
memiliki kondisi-kondisi yang lebih dari cukup untuk bahagia. Alasan Anda tidak
bahagia adalah karena Anda berfokus pada apa yang tidak Anda miliki, bukan pada
apa yang Anda miliki sekarang. Selain itu, sekalipun Anda memiliki hal-hal yang
membuat Anda bahagia, Anda melekat pada hal-hal tersebut yang membuat Anda
justru merasa tidak bahagia.
Kedua,
kebahagiaan akan datang bila Anda bisa mengubah situasi Anda sekarang dan
orang-orang di sekitar Anda. Delusi ini sangat jelas
seperti dalam kasus berikut ini. Ada sepasang suami isteri yang bertahun-tahun
tidak berhenti hidup dalam konflik dan pertengkaran. Masing-masing mengharapkan
pasangannya berubah, tetapi tidak pernah berubah. Kondisi itu membuat mereka
masing-masing makin tidak bahagia.
Faktanya, perubahan hidup di luar
tidak akan mengubah penderitaan Anda kalau pandangan keliru di kepala Anda
tidak berubah. Sesungguhnya, segala sesuatu tidak ada yang tetap. Segala
sesuatu berubah setiap saat, baik fenomena fisik maupun batin. Dalam kasus
suami isteri di atas, mereka sesungguhnya sudah mengalami perubahan
setiap hari setiap saat, hanya mereka tidak melihatnya karena mereka melihat
melalui tabir pengalaman masa lampau yang tidak pernah berubah.
Ketiga,
apabila Anda bebas berkeinginan, Anda akan bahagia. Anda
merasa bahagia kalau keinginan Anda terpuaskan. Lalu Anda beranggapan bahwa
semakin banyak keinginan terpenuhi, Anda akan semakin bahagia. Delusi ini
banyak meracuni orang sejak mereka berusia muda dan sering dibawa-bawa sampai
tua.
Faktanya semakin banyak keinginan
dan kelekatan, semakin membuat Anda menderita. Semakin sedikit keinginan dan
kelekatan, semakin kebahagiaan bertambah. Sesungguhnya, keinginan dan kelekatan
hanya mendatangkan kenikmatan, tetapi kenikmatan bukanlah kebahagiaan yang
sesungguhnya.
Keempat,
kebahagiaan itu ada di masa depan. Delusi ini menjadi jelas dalam
pengalaman hidup orang tua berikut ini. Ada seorang yang sudah sangat tua
bercerita bahwa seluruh hidupnya adalah penderitaan. “Dulu saat muda, saya
berpikir saya akan bahagia kalau sudah selesai sekolah. Setelah selesai
sekolah, saya berpikir akan bahagia kalau sudah kerja. Setelah mapan bekerja,
saya berpikir akan bahagia kalau kawin dan berkeluarga. Setelah berkeluarga,
saya makin tidak bahagia. Dan kini saat saya tua mendekati ajal, saya berharap
akan bahagia di surga nanti setelah kematian tiba.” Orang tua ini tidak
jera-jera hidup menderita.
Faktanya, sekarang dan di sini, dari
saat ke saat, Anda sudah bahagia, tetapi Anda tidak mengetahuinya karena
pandangan yang keliru yang membuat Anda terperangkap dalam rasa tidak puas,
cemas, takut, konflik, dan tidak bahagia. Karena Anda tidak melihat kebahagiaan
di masa sekarang, Anda mengira kebahagiaan hanya ada di masa depan. Kalau
kebahagiaan tidak tercapai sekarang di dunia ini, Anda berkhayal ada
kebahagiaan nanti setelah selesai hidup di dunia.
Kelima,
tidak ada kebahagiaan tanpa perjuangan yang keras. Karena
kebahagiaan ada di masa depan, maka Anda harus berjuang untuk meraihnya,
seperti pepatah mengatakan, “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian;
bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.”
Faktanya, kebahagiaan yang
sesungguhnya tidak bisa dicapai dengan pergulatan oleh ego atau si aku. Semakin
Anda dengan kekuatan ego Anda berupaya untuk mencari dan meraih kebahagiaan,
semakin jauh kebahagiaan Anda dapatkan. Kebahagiaan yang sesungguhnya tidak pernah
bisa dicapai atau diraih dengan daya upaya oleh ego, tetapi ia akan datang
dengan sendirinya ketika seluruh pergulatan oleh si ego dilepaskan. Kebahagiaan
sesungguhnya adalah hidup Anda sendiri ketika ego Anda berakhir.
Semua delusi tentang kebahagiaan
membuat kita mencari kebahagiaan di luar seperti hadirnya pasangan hidup,
keluarga, pekerjaan yang baik, harta milik, kedudukan, pengetahuan, pengakuan
diri, pujian, ketenaran, dst. Delusi yang sama membuat kita percaya bahwa bahwa
kebenaran, Tuhan, Surga, Nirvana, Moksha berada jauh di masa depan dan sekarang
kita hanya mampu berharap untuk menjumpainya di masa depan.
Betapa malangnya orang tidak
mengenal apa yang paling dekat dan mencari kebahagiaan jauh di luar, mengembara
dari penjara delusi yang satu ke penjara delusi yang lain. Kapankah orang
dibebaskan dari penjara ketidaktahuan?
Carilah apa saja yang membuat hidup
Anda menjadi lebih sejahtera, tetapi jangan berpikir bahwa Anda menjadi lebih
bahagia karenanya. Kalau Anda berkeinginan untuk memiliki mobil Jaguar atau
mempunyai 10 rumah lagi, misalnya, mengapa tidak? Tetapi jangan berharap Anda
akan lebih bahagia dengan memilikinya, karena kebahagiaan yang sesungguhnya
tidak terkait dengan objek-objek yang bisa Anda miliki.
Apakah Anda menderita sekarang?
Mungkin Anda berkata, “Saya merasa baik-baik saja. Saya tidak menderita.”
Pernahkah Anda bermimpi menjadi bahagia? Pernahkan Anda ingin bahagia? Pada
moment Anda bermimpi atau mengingini kebahagiaan, pada moment itulah Anda
menderita.
Mengapa Anda bermimpi dan mencari
kebahagiaan? Kalau Anda sekarang pada moment ini bahagia, Anda tidak akan
tergoda untuk bermimpi dan mencari kebahagiaan. Karena sekarang, pada moment
ini Anda tidak bahagia, maka Anda bermimpi dan mencari kebahagiaan. Jadi, mana
lebih penting, mencari kebahagiaan di luar dan tidak pernah mendapat, atau
mengakhiri penderitaan batin Anda sendiri, sekarang juga?
Apa akar sebab dari penderitaan
manusia? Inilah hukum kebenaran pertama.
Di mana ada kelekatan, di sana ada ketidakbahagiaan; di mana tidak ada
kelekatan, ketidakbahagiaan juga tigak ada. Hukum kebenaran yang kedua adalah
sama dengan yang pertama. Di mana ada keakuan, di sana ada penderitaan; di mana
tidak ada keakuan, penderitaan juga tidak ada.
Kelekatan dan keakuan atau ego Anda
itulah yang membuat Anda menderita dan tidak bahagia. Tidak ada kelekatan tanpa
ego, tidak ada ego tanpa kelekatan. Keduanya sesungguhnya tidak berbeda. Anda
tidak bisa bebas kelekatan tanpa bebas ego, atau bebas ego tanpa bebas
kelekatan.
Bagaimana caranya bebas dari
kelekatan dan keakuan? Apakah harus membuang objek-objek yang kita lekati?
Bukan. Bukan dengan membuang objek-objek yang Anda lekati. Cukup melepaskan
“kelekatan” pada apa yang Anda miliki, termasuk kelekatan pada “keakuan” yang
membentuk hidup Anda sendiri.
Pertanyaan lebih lanjut adalah
bagaimana melepaskan kelekatan-kelekatan dan keakuan ini? Caranya adalah
dengan ngonangi atau mengetahui munculnya kelekatan dan
keakuan dari moment ke moment, dan melihat kelekatan dan keakuan sebagai apa
adanya, yaitu sebagai penjara yang menutup Anda dari kebahagiaan yang
sesungguhnya.
Di satu pihak, pasangan hidup,
keluarga, harta milik memberi Anda gairah dan kenikmatan, tapi di sisi lain
memberi Anda kekhawatiran, kegelisahan, kecemasan, rasa takut, dan
ketidakbahagiaan. Kelekatan pada pasangan hidup atau keluarga adalah penjara.
Kelekatan pada harta kekayaan adalah penjara. Kelekatan pada keakuan Anda
adalah penjara.
Kalau Anda “membenci” dalam arti
berhenti melekat pada bapa atau ibu Anda, isteri atau suami Anda, anak-anak
atau keluarga Anda, serta “melepaskan diri dari segala harta milik”, terlebih
keakuan Anda, sekarang juga Anda akan keluar dari cengkeraman bahaya. Lalu Anda
akan memperoleh ganjaran 100 kali lipat dan memperoleh kehidupan kekal, dalam
pengertian Anda menemukan kembali kebahagiaan yang tiada tara sekarang juga.
Bisakah penderitaan dan ketidakbahagiaan Anda berakhir
sekarang? Bisakah kelekatan dan keakuan Anda berakhir sekarang juga?*
Terima kasih Romo Sudrijanta, betapa Romo sudah membukakan mataku luar biasa. Gusti Allah mberkati Romo selalu. Amin.
No comments:
Post a Comment