Betapa pipi dan muka ini mau ditaruh di mana? Ternyata apa
yang ku katakan dan ku sampaikan serta berulang kali ku tekankan pada perkataan
yang kusampaikan, adalah bertentangan dengan apa yang hatiku rasakan. Bahkan
dengan ternyata apa yang kukatakan dan kusampaikan pada kenyataan dalam hati
ini adalah hanya sekedar idealnya, atau normatif saja. Atau kata lain dari sebaiknya yang aku
harapkan.
Contoh misalnya:
Saat sobat ku tadi pagi menyapa:"apa kabar Dik"
Langsung ku katakan,"great Chief"
Coba dianalisa ulang, apa bener yang kukatakan adalah benar
dan nyata dan jujur bahwa aku baik dan in a great shape? Padahal hati ini
sedang sakit, diiris-iris, nyeri, bahkan sedang menekan adanya amarah yang
meletup, membuncah, hampir nyebur keluar. Mosok begini dikatakan baik? Ya ndak
bener kan?
Tapi apa kalo ndak baik kita sampaikan ke orang lain? Ato
pengin orang lain mengetahui keadaan kita? Ato malah kita pengin dikasihani
oleh orang lain? Menjadi mental victim atau mentalitas korban; yang hatinya
menyatakan,"apa elu ndak kasihan gue nih? tolong dong... syukur-syukur elu
bisa mbantuin gue."
Udah ah...mosok begini rasa "udah" ketampar mau
disharing lebih banyak.
Jakarta 14:05; 1Okt2013
No comments:
Post a Comment