Ada suatu cerita, konon pada suatu ketika, ada kejadian
pangeran sedang mengidap penyakit yang sangat parah, sampai seluruh negeri
kerajaan tersebut gundah, bingung dan resah.
Baginda Raja adalah seorang pemimpin negeri yang sangat dicintai
rakyatnya dan di masa tua nya dengan mengharapkan sang pangeran akan menjadi
penerusnya memimpin kerajaan dan mensejahterakan rakyatnya. Saat ini justru
penerus tersebut di saat akan dilaksanakan suksesi tersebut, terkena penyakit
yang luar biasa ndak gampang disembuhkan. Kalau wujud penyakit seperti luka,
patah tulang, atau keracunan begitu mudah obat, penawar dan penyembuhannya.
Tetapi penyakit yang diderita oleh sang pangeran tidaklah tampak, sehingga bila
orang menjenguk beliau, secara fisik, tampak sehat, tidak kurang suatu apa.
Maka dibuatlah sayembara oleh Sang Baginda agar Pangeran
kesayangannya dapat sembuh seperti sedia kala. Bermacam obat didatangkan,
banyak tabib dihadirkan, tetapi Sang Pangeran bukan sembuh malah semakin parah.
Dan setiap calon dokter didatangkan dan bertemu dengan sang Pangeran, pertama
yang ditanya adalah," kamu siapa?" Mau apa ke sini?
Gejala yang diidap oleh Pangeran adalah, bahwa beliau merasa
dirinya Ayam Jantan. Jadi setiap
melihat matahari mulai bersinar di ufuk timur menyongsong hari baru, maka
berkokoklah dia. Dan setiap melihat ayam betina, dikejarnyalah. Bahkan kalo
melihat ayahnya, Sang Baginda memimpin rakyatnya, yang dilihatnya hanya
ayam-ayam saja. Dia tidak tertarik untuk hidup dalam istana, malah dicarinyalah
kandang ayam untuk hidup dan cari makan.
Setelah bertahun lewat, tanpa ada berita tentang kemajuan
kesembuhan Pangeran, dan mulai frustasi serta putus asa, dan mulai menyerah.
Datanglah seorang yang mengaku tabib tapi tidak terlihat seperti tabib pada
umumnya. Dia memohon pada Sang Baginda
untuk diberi kesempatan untuk merawat dan menyembuhkan Sang Pangeran. Melihat
potongan, wujud, pakaian, gaya bicara, serta caranya bertindak tidak seperti
tabib, Sang Baginda ragu. Tetapi setelah beberapa lama berselang, dan
keberanian serta persisten sang tabib berkehendak untuk merawat dan
menyembuhkan Pangeran, maka setujulah Baginda untuk mengizinkannya menemui
anaknya.
Begitu bertemu dengan Sang Pangeran, seperti biasanya,
bahkan kali ini lebih galak saat bertanya niat dan siapa serta apa mau sang
tabib.
Dijawabnya,"sayalah raja Ayam Jantan. Saya ayam jantan
yang lebih berpengalaman dari mu. Kamu kan ayam jantan baru. Baru pemula. Jadi
dengarkanlah aku yang lebih berpengalaman ini."
Sampai pada akhirnya mereka berdua menjadi akrab dan saling
percaya.
Pada suatu hari si tabib, mengenakan baju dan celana. Sang
Pangeran, bertanya,"ngapain kamu? kenapa kamu jadi gila? Mosok ayam jantan
pake baju seperti manusia?"
Dengan tenang sang tabib menjawab,"udah tenang aja,
saya coba mengelabui manusia. Walaupun pake baju dan celana seperti manusia,
tapi ndak ada yang berubah kok. Di "dalam"ku tetap ayam jantan. Jadi dengan berpakaian seperti manusia, ndak
akan berubah kok."
Sang Pangeran akhirnya percaya dan mengikuti.
Ndak lama, datanglah musim salju yang sangat dingin, maka
tabib mulai memesan makanan dari istana. Bertanyalah sang pangeran,"kok
kamu makan makanan manusia dan pake cara makan manusia? Ayam jantan kan ndak
begitu."
Tabib menjawab,"tenang aja, makan dan minum cara
manusia kan kliatannya, tapi di dalam ndak berubah kok. Kalo kita tetap merasa
ayam jantan, ya tetap ayam jantan. Biar dunia aja yang menganggap begitu. Tapi
di dalam kita tetap sama."
Begitulah kebiasaan-kebiasaan ini mulai berubah kembali dan
Sang Pangeran kembali normal penuh seperti sedia kala. Tetapi di dalamnya siapa
tau kan?
Demikianlah cerita ini, ternyata seperti halnya kita, kamu
dan aku. Ingat bahwa kita hanya peniru
dan pemula. Ndak lebih. Titik. Kamu juga mungkin menganggap dirimu adalah
ayam jantan atau pahlawan, tapi sebenarnya adalah pemula, anak kemarin sore
yang baru belajar mengeja huruf dan kata-kata.
Ada tabib yang siap mengajarkan, dan ahli di bidangnya datang pada ku
dan kamu. (ok biar lebih gampang, contohnya aku saja).
Telah ku ketok banyak pintu, telah berbagai generasi dan
jiwa ku jalani, tapi tidak ada yang datang menolong. Sampai suatu ketika sang
Tabib datang.
Dia menjelaskan, saya bukan ahli, saya bukan orang luar.
Saya juga telah menempuh perjalanan panjang seperti mu, dengan jalan
ketidakwarasan yang sama, melewati jalan kegilaan yang sama. Saya juga telah
melalui lorong kesusahan, kesulitan, juga kepedihan yang sama, bahkan juga
lewat jalur mimpi buruk yang sama.
Bagaimanapun, apa yang telah saya lakukan tidak ada apa-apanya. Kosong.
Tapi berikutnya mengajak mu untuk keluar dari kegilaanmu. Bagaimana?
Sebagaimana merasa diri adalah ayam jantan, atau memiliki badan fisik yang fana ini adalah
kegilaan. Bahkan kalo kita ikut merasa sakit dan sedih karena badan dan pikiran
serta hati kita disakiti itu justru lebih gila dan lebih ndak waras
dibandingkan hanya merasa sebagai ayam jantan.
Saya mengajakmu untuk menjadi TANPA BENTUK. Mau?
Sebab apapun yang kamu rasakan, dalam bentuk apapun, itu
adalah gila, ndak waras, edan dan
sebagainya.
Coba rasakan, sudah berapa kali kamu hidup, sudah berapa
kali kamu di dunia. Bahwa sebenarnya kamu TANPA BENTUK, dan kamu tidaklah
berbentuk apapun, juga bukan milik apapun siapapun, juga bukan masuk dalam
kategori kasta, ras, suku, agama, nama, warga negara dari mana bahkan kegilaan
seperti ketamakan jenis apa. Maka
sebenarnya kamu tidaklah berbentuk, tidak bernama, sehingga kamu tetap waras.
Mau?
Jakarta, 15:27; 1Okt2013
No comments:
Post a Comment