Pertanyaan nyeleneh ini selintas menyambar pikiran saya,
begitu membaca harian bisnis. Disebutkan di situ bahwa target omzet 2013 ini
meleset, sehingga memaksa pebisnis untuk memangkasnya. Kegiatan mencukur ini
lantarandaya beli masyarakat melemah. Ujungnya disampaikan bahwa melemahnya
daya beli ini dikarenakan kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi.
Hm..... seraya tersenyum simpul saya membaca headline
tersebut.
Jadi yang disalahkan adalah kenaikan harga minyak bersubsidi
sehingga membuat daya beli masyarakat melemah, yang domino efeknya membuat
omzet tidak terpenuhi.
Hayuk ah kita berandai-andai menganalisa pura-pura menjadi
orang cerdik pandai di negeri tercinta ini. Dengan cara berpikir lingkaran.
1. Dari sisi Pengusaha
Begini: tentu
perlu bahan mentah untuk produk yang akan ditawarkan pada masyarakat. Bila
harga transpor bahan mentahnya naik, maka produknya musti naik harganya. Tapi
bingung, lantaran pembelinya (yang notabene masyarakat) mengurangi pembeliannya
karena naiknya harga. Kalo kita bedah potongan kalimat di atas, berarti kan
pembeli punya pilihan untuk membeli barang "sejenis" dengan harga
lebih murah dong. Hayo ngaku... Ato maunya beli barang yang sama tapi dengan
harga "kemarin"? Lho kok jadi sak enak'e gini? Kalo maunya barang
yang sama tapi dengan harga "kemarin" (yang tentunya sebelum naik)
kan berarti yang dijual stok lama? Apa pembelinya mau? Kalo yang jual sih kalo
masih ada stok lama, ya tentu ngakunya barang sama, harga baru, tapi di diskon,
sehingga (in favour on pembeli) bilangnya karena pelanggan lama, maka special
price. Padahal harga kemarin. Nah, kayaknya kalo pembeli kita (masyarakat kita,
tentu termasuk saya) maunya diservis gini dong..... Hayo ngaku....
Kalo gini, apa tetap namanya daya beli? Bukannya ini gaya
beli? Jadi beli kalo dengan gaya karena diservis maka tetap nyaman.
he he he
Monggo kerso.....
Jakarta, 14Aug2013, 08:28
No comments:
Post a Comment