Selama ini kukira monumen yang setiap hari ku lewati, ku
doakan, ku jaga, juga ku pupuk akan tumbuh, kuat, dan dapat dijadikan gantungan
untuk berteduh saat musim kemarau, saat musim hujan, menahan angin agar tidak
langsung mengenaiku, ataupun tempat sekedar bercengkerama di saat cuaca cerah.
Kemarin, monumen itu runtuh, remuk, lumer, meleleh, tanpa
bentuk, tidak tersisa, tidak menggelegar, tidak bersuara....
Sunyi, senyap, lenyap, hilang ndak berbekas. Hanya tersisa
debu, warna hijau, biru, sedikit sisa serpihan oranye.
Lantai fondasinya masih terlihat kuat, walah ada bekas
pecahan tegel yang tidak diganti di masa lalu.
Batu alam, warna abu-abu yang sudah mulai menghijau, lumut, licin,
bahkan ada sejumlah yang menebal di pojok-pojok nya.
Berdiri, memandangi bekas lokasi monumen tersebut berdiri.
Semilir angin, membangunkanku, untuk segera berjalan kembali.
Ibuku memanggil,"Sudah Dik...segera berangkat, ibu
sudah siapkan makan pagimu. Kalau ndak sempat dimakan dan minum, dibawa
saja.....?" "Njih bu, matur nuwun,"demikian jawabku.
Dengan bekal, dan kemantapan hati, ku tatap indahnya Dunia
ini....
Sampai lupa aku bersyukur..... Ya Allah....
Jakarta, 19 Juli 2013, 10.41
No comments:
Post a Comment