Kuasa adalah kumpulan antara tanggung jawab, wewenang,
keputusan serta konsekuensi yang menyatu dalam atribut jabatan.
Jadi kalau jabatan dicabut, diminta, atau dihilangkan, maka
yang ada adalah person tanpa jabatan. Hal ini tentunya akan menimbulkan
pertanyaan, apakah orang tanpa jabatan akan hilang bersama dengan jabatan
tersebut atau mati?
Bila person hadir, exist dan disamakan atau diejawantahkan
dengan jabatan yang diembannya, maka bila jabatan tersebut diminta, diganti
atau ditiadakan, maka person tersebut tentu akan “hilang” atau tidak hadir dan
tidak exist lagi.
Apakah person hanyalah “orang” yang hadir secara fisik?
Bagaimana dengan roso rasa serta energy yang ada? Apakah juga turut hilang bersama
dengan jabatan yang hilang yang membuat orang tersebut seolah kehilangan
kehadirannya? Kehilangan energy-nya?
Bukankah orang, dengan body-mind-soul yang ada, lebih besar
dari jabatan tersebut, jadi bila jabatan adalah “baju”, atribut yang membuat
orang “punya kuasa”, maka saya akan terkungkung dalam bentuk, aura, energy,
environment sesuai baju tersebut. Sehingga kalo saya ikut hilang bersama dengan
jabatan tersebut, maka saya mengecilkan diri saya (body-mind-soul) sesuai
dengan atribut pakaian saya tadi.
Bukankah bila atribut, baju, pakaian, kuasa yang “sempit”
tadi diminta, diganti, dihilangkan, membuat saya lebih lapang, lebih bebas,
lebih loose, lebih longgar, lebih luas dalam berekspresi?
Pertanyaannya menjadi: kok saya senang/bahagia/happy dengan
pakaian yang kesempitan tersebut, yang sebenarnya membatasi gerak
badan-pikiran-jiwa saya? Bukankah saya justru selama ini minta-minta untuk
dibebaskan dan diberi ruang tanpa batas untuk berkreasi?
Lho jadi bingung ya?
Monggo…..
Jakarta 5 April 2013
No comments:
Post a Comment