Dulu saya punya sepupu dari keluarga ibu. Sewaktu rumah kami masih di Slipi, suatu
ketika dia datang bersama keluarga besar. Seperti biasanya tamu, ibu
memperkenalkannya pada kami bertiga. Ndak berapa lama kami sudah akrab dan
bermain bersama. Dari awalnya yang ngobrol, lama-lama sudah main sepeda
bergantian. Sampai akhirnya dia pinjam sepeda dan berkeliling kompleks.
Kembali ke rumah, sepeda dia tuntun, dan terlihat ban depan
penyok seperti habis nabrak. Dia dengan santainya bilang, tadi sepedanya nabrak
tembok.
Langsung diserahkan ke saya. Ndak terasa air mata langsung
meleleh di pipi. Tak ada ucapan maaf. Melihat saya sedang bermain sepak bola
dengan adik di garasi, segera dia ikutan. Dan langsung nendang bola sekerasnya
ke arah pagar, bolanya kembali, dan diarahkannya bola tersebut ditendang ke
arah adik saya. Kencang sekali. Adik nangis. Dia tertawa-tertawa saja. Ndak ada
ucapan maaf. Langsung dia ke dalam tempat ibu dan bude (ibunya sepupu
tersebut), dengan tangan kotor ambil kue dan menyambar segelas es sirop.
Aduuuuuh…… nakal banget ya…
Sepulang keluarga tamu tersebut, saya ceritakan hal ini ke
ibu. Dan ibu hanya menyampaikan, sudah… maafkan saja sepupumu dan lupakan
kejadian tadi. Aku protes, sebab sepeda rusak, mustinya dia bertanggung jawab memperbaiki
dong. Juga aku ceritakan, adik masih sakit sebab kena bola yang sengaja
diarahkan ke badannya. Ibu hanya diam, geleng-geleng, dan kembali menyampaikan:”sudah..
maafkan saja.”
Malam harinya, ibu cerita, bahwa anak yang nakal di luar
rumah itu artinya menemukan kebebasan di luar rumah. Bisa terjadi di luar
rumah, di sekolah, di manapun selama di luar rumah.
Juga ditambahkan oleh ibu, bisa jadi di rumahnya, dia takut
berbuat apapun. Dia takut kena marah dan sering dimarahi serta di”kerasin” oleh
orang tuanya. Jadi kemungkinan besar, dia akan behave di dalam rumah dan sak’enak’e
dhewe di luar rumah.
Mengingat kejadian tersebut, saya ingat bahwa hal yang sama
sangat mungkin terjadi dengan orang dewasa.
Ilustrasi: ada rekan kerja saya dulu, terhadap karyawan dan
staf atau non staf dibawahnya sangat keras, suka marah, membentak, serta mengintimidasi.
Apa yang dilakukan timnya selalu salah, mudah berubah, sak’enak’e dhewe. Ndak menghargai
kerja tim di bawahnya. Bahkan koleganyapun segan (atau malah malas) untuk
berhubungan dengannya.
Pernah suatu ketika ada acara family gathering ulang tahun
kantor, terlihat bahwa dia terlihat takut terhadap pasangannya. Apapun yang
disampaikan oleh pasangannya dituruti segera mungkin. Bahkan ucapan dan
kata-kata pasangannya cenderung ketus dan marah kalo ndak segera dituruti. Seperti
dibawah tekanan hidupnya dalam berkeluarga. Ooooo itu tho kejadiannya. Jadi saat
hidup di luar (rumah) dia merasa bebas dan sekarang giliran dia mengintimidasi
orang lain. Merasa menang juga orang
yang ditakuti, maka dia seenaknya memperlakukan orang lain. Playing God, seolah
menentukan hidup orang lain. Apa yang dibuat orang lain yang notabene
bawahannya tidak ada yang benar (walau sudah sesuai dengan permintaannya.
Jadi setiap kejadian ada sebabnya. Mohon kiranya dapat
dimengerti bahwa tidak setiap hal ada sebabnya. Juga berarti tidak setiap
kejadian ada akibatnya.
Monggo….
Jakarta 11 April 2013
No comments:
Post a Comment