January 04, 2014

Memelihara kenangan atau Comfort Zone kah?



Ikut dalam acara dadakan ulang tahun sobat ku di Café Bey*nd di kawasan Jakarta Selatan, sungguh membuatku terhenyak, terhibur sekaligus bernostalgia ingat jaman masih muda, masih ndak tau aturan, ndak punya masalah dengan masa dengan (masa bodo) dan sekaligus berani ambil risiko sebesar-besarnya. 

Apalagi lagu-lagu yang diputar adalah zamanku SMP, beranjak SMU  dan kira-kira paling tua (saat itu) saat masih kuliah tingkat satu dua. Ya….kira-kira akhir 70-an sampe pertengahan 80-an lah…  Orang menyebutnya generasi eighties.

Zamannya mainan game & watch ato orang menyebutnya gimbot, pake tas dari gesper (ikat pinggang) yang hanya bawa satu dua buku saja, lalu pake baju lengan pendek dilinting, kerah dinaikkan, juga laki-laki celana lipit, biarpun masih pake setengah tiang (istilah untuk anak SMP) Hua ha ha ha.

Pake motor, kalo bisa (minta ortu), motor tril enduro DT ato KE, macem Ali Topan-anak jalanan. Radionya Prambors, yang nyetel Catatan Si Boy.

Kalo beli kaset di toko Aq*arius di Aldiron, lalu pesan lagu maunya susunan sendiri pake kaset C-90, biar banyak.  Dan kalo malem minggu datengnya ke diskotek di Hotel Bor*b*dur. Lalu pulangnya ke Menteng, liat breakdance, mobilnya ceper-ceper satu jari kejepit. Hayo…..

Ternyata zaman itu selalu menarik untuk dikenang. Lalu pas balik rumah, eh anakku saja sudah ada yang SMU dan satu lagi kuliah, yang kecil masih SD.

Tercenung aku mengingat. Kalo ditanya apakah mau kembali ke zaman itu. Akan langsung kujawab,”NDAK!!” Sebab masa itu indah dikenang, dipelajari. Jadi kembali ke peristiwa di café tersebut, senang mendengar lagunya, menghentak, mengikuti irama, dan begitu selesai ya sudah. Finito. Kembali mensyukuri,”betapa beruntungnya pernah mengalaminya……”

Matur nuwun Gusti…


Jakarta, 4 Jan 2014; 20:50

No comments:

Post a Comment