Sejak dua puluh tahun lalu ku mengabdikan pada suatu
pekerjaan, hal yang ku pahami, ku mengerti serta kupercaya adalah bahwa
seseorang berkarya, menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dan di ujung hari yang
sangat ditunggu akan memperoleh hasil yang begitu diidamkan. Entah itu adalah reguler
ataupun itu sesuai dengan prestasi.
Dan yang menarik adalah bahwa bila hal tersebut bermanfaat
bagi orang lain akan semakin merupakan anugerah, sebab juga merupakan hasil,
karya serta kemanfaatan yang dapat dinikmati, dilihat, dirasakan serta dialami
oleh orang (orang lain maupun kita sendiri).
Sampai pada suatu saat, dimana penghasilan tersebut adalah
suatu yang kita anggap otomatis diperoleh pada saat kita telah (merasa) menghasilkan
karya………dan ternyata hasil pada saat yang kita tunggu tersebut tidak ada (baca: semoga “hanya” tertunda, dan belum
terjadi).
Merasa sia-siakah aku ini?
Nah……
Seperti saat ini, apakah rasa yang kumiliki ini adalah
pamrih? Apakah rasa yang kudamba ini adalah itung-itungan?
Ya jelas dong, lha wong ini adalah komunitas yang didasari
kontrak komersial.
Terus, aku mau nunggu? Ya jelas… Sampai kapan?
Apa iya nunggu sampai jelas? Mosok ndak ada waktunya? Seorang
sahabatku telah mengalami hal seperti ini hampir 40 bulan, waduh, lebih dari 3
tahun…. Kok kuat? Kok bisa? Kok masih mau?
Lalu kebutuhan keluarga gimana? Apakah dia ngomong jujur ke
pasangannya?
Ya Gusti, semoga Engkau memberiku kekuatan untuk
menunggu (bila hal itu memang ada) dan mengambil keputusan (bila memang harus
diputuskan). Ku yakin semua yang dihadapi ini memang sesuai kehendakMu dan demi mulianya NamaMu. Amin.
Di detik-detikku merasa sia-sia ini, semakin ku merasa
miskin dan membutuhkahMu. Dan betapa kutengadahkan tanganku memohon petunjuk.
Dan Kau jawab:”anggaplah ini merupakan
ujian akan masa tanam, akankah kamu akan meninggalkan ladangKu? bukankah
Ku minta kau untuk menyiapkan lahan, menanam dan menyiangi. Waktumu untuk
menuai akan datang”
Jakarta, 18:17; 24Jan2016
No comments:
Post a Comment