Saat ini yang kurasakan adalah ingin mencari yang ndak ada
di hatiku, ndak ada di rasa ku, ndak ada di milikku. Sebab semua yang ndak itu terasa sangat seru,
sangat asing, sangat ndak tau, tapi kok menarik untuk dijajaki.
Sempat kunamai keadaan diriku ini adalah Si Pemburu. Yakni orang yang baru
merasa terpenuhi saat menembak dan mengambilnya. Seru saat mengikuti, memantau, memonitor,
juga mengintip target buruan, tetapi beberapa saat begitu memperolehnya “langsung”
terasa hambar, tawar, hampa, nol besar.
Membaca beberapa buku tentang ini dan berbincang dengan
beberapa sahabat yang telah mengalaminya, ternyata salah satunya adalah betapa
kita perlu menggali dalam diri kita apa yang sudah ada atau memang telah ada
tetapi kita tidak pernah kunjungi. Hal
ini sampai pada saat orang lain “meminta”nya dari kita atau sampai saat kita
misalnya (amit-amit) sakit, ternyata membuktikan kita masih punya hal itu.
Sebagai contoh, saat kemarin anakku kedua, mengatakan, pak,
mas mau bawa kameranya ke Bandung, kan bapak sudah lama ndak pake. Mustinya
kalo ada yang mau pake, mas kan boleh ya pak? Lho ternyata si kamera tersebut
ada di sudut berdebu, dan masih bisa dipake untuk motret, bahkan kata anakku,
itu kan lebih canggih dari yang satunya bahkan bisa buat bikin film pak. Ini
lebih bagus daripada motret pake Ip*one. Lebih elegan pak, kalo ada acara kalo
pake kamera ini. He he he
Cetaaaaaarrrrrr, rasanya dipecut aku mendengar anakku
demikian tadi. Ternyata masih ada dan
bisa dipake anakku sendiri…
Minggu lalu, hari Selasa saatku ke dokter, dan menyampaikan
hasil lab darah, ternyata trigliserida ku adalah 880. Menurut dokter, lho itu kan bagus, berarti indikator
(milik) kamu masih bagus, kamu masih
bisa sakit kepala, yang berarti kamu masih punya
kepala dan masih menunjukkan fungsinya dengan baik. Itu aja yang kelihatan.
Kemarin saat ku ikut istri acara kumpul keluarga besar, Om
ku banyak bercerita, banyak memberi saran. Bahkan anakku yang sudah kuliah ini
diceramahinya. Awalnya aku sangat terganggu, sangat terintimidasi, tetapi ku
pendam semua dalam hati. Dan saat kusampaikan ke istri, betul sekali, dia
memadamkan “keruwetan” ini dengan
menyampaikan, lho kan itu bagus berarti kamu masih punya perasaan. Coba
kalo sudah ndak punya, ya ndak terasa apa-apa.
Nah kan……
Menarik kan untuk ditelusur lebih jauh….
Monggo
Jakarta, 08:59; 10Mar2014
No comments:
Post a Comment