Sejak kesetrum tadi pagi, dimana sejak bangun pagi aku
memutuskan untuk mulai melakukan reset pikiranku, dan melakukan
permenungan dalam diam, ternyata mulai membuahkan hasil. Hidupku menjadi lebih kalem, tenang, decisive,
enak ambil keputusan, juga bisa hitam putih melihat “perjalanan” hidup.
Ndak berapa lama ini, sobat kerjaku masuk bilik kerjaku dan sharing, progress. Lalu bincang-bincang “what
next”? ternyata ndak usah terlalu lama, kalo hidup ini menunggu ya ndak
kemana-mana, lalu kuputuskan saran untuk melakukan presentasi, dengan agenda
lalu memasukkan beberapa sub agenda tentang bagaimana kejadian (baca: loop atau lubang) lalu ini
bisa terjadi.
Setelah sobat tadi meninggalkanku. Baru ku sadari bahwa kok
ternyata selama ini yang terlihat adalah hanya “gap” antara yang terjadi
dan yang “seharus”nya atau yang kita
pikir benar. Nah kalo sudah disampaikan, apakah hal ini
ndak malah membuat pihak lain kebakaran jenggot? Pengalaman ku, sangat jarang
orang lain akan menerima dan mengapresiasi perkataan kita. Lha wong yang
disampaikan adalah “kekurangan” yang
gap tadi…
Menarik untuk ditelusuri, kembali pada tulisan ku beberapa
waktu lalu, ternyata hidup ini dijalankan sesuai dengan yang kita pelajari, terserah apa hal itu kita intensi-kan atau kita lakukan dengan
otomatis ndak sadar. Nah lho, lha kalo
kita jalankan hidup ini dengan ndak sadar, pantes kan kalo kita suka kaget-kaget terhadap kejadian yang kita
alami. Ndak kalo kaget mulai menyalahkan orang lain karena kita
merasa benar, padahal kita ndak sadar
melakukannya.
Kembali pada topik semula, akankah kita “mencari-cari” lobang kesalahan untuk alasan
efisiensi, atau kemajuan atau progress juga ekspansi atau kita
justru sharing membincangkan
perbedaan guna saling respek dan menghargai. Lalu dilanjut dengan apa yang
menjadi tugas kita, yang tentunya didasari intensi baik di semua pihak.
Monggo….
Jakarta; 10:21; 10Mar2014
No comments:
Post a Comment