Pelajaran penting dari pertemuan dengan Prof Dorodjatun…
Setelah memperoleh waktu untuk bertemu dengan beliau,
ternyata kesan pertama bahwa beliau pernah menjadi Dekan FEUI, Menteri sewaktu
zaman Orba, Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat, Menteri zaman Reformasi, Komisaris
Utama di beberapa perusahaan ternama, hampir tidak tampak. Justru beliau tampak
sebagai seorang sahabat yang bersedia sharing pengalaman dan pertimbangan di
masa mendatang.
Pertimbangan untuk menghadapi masa depan inilah yang membuat
saya memberanikan diri untuk menghadap beliau.
Saya belajar dua hal besar, yaitu bahwa hadapilah segala sesuatu tanpa
emosi (dettachment), kedua disiplin dalam memilih.
Hal pertama tampak dalam tindak tanduk, sikap dan pola pikir
beliau yang setia pada prinsip dalam menghadapi hidup. Beliau sampaikan,” apa sih yang permanen di
hidup ini? Bukankah itu kematian dan perubahan. Jadi apa yang perlu kita
siapkan? Legacy. Apa yang akan kita tinggalkan yang akan bermanfaat bagi sesama.”
Luar biasa. Beliau sampaikan bahwa hidup ini untuk dihadapi,
terlalu singkat untuk melakukan hal-hal yang sia-sia. Berpikir dan bertindaklah
strategis dan berdampak jangka panjang. Godaan sesaat adalah pola masa lalu.
Bahkan beliau sempat membagi nasehat orang tuanya,”mintalah
nasihat dari orang tua atau orang yang kamu tuakan; juga mintalah nasihat dari
gurumu. Bila tidak demikian, maka hiduplah yang akan memberikannya.”
Disiplin, ini merupakan hal kedua yang beliau sampaikan. Kenapa?
Sebagai contoh, banyak sekali orang lupa (atau tepatnya nglupa) saat berkuasa,
saat berpunya, saat ada kesempatan, tetapi hal yang dipilihnya adalah yang
berdampak jangka pendek (short-term-nisme). Sehingga temptation (godaan) yang
seolah indah dan enak tersebut langsung ditubruk tanpa memperhatikan apa yang
seharusnya kita lakukan, sesuai dengan tujuan kita.
Ilustrasi, banyak perusahaan setelah bertumbuh, maju, lalu
kesempatan ada untuk semakin berkembang, apalagi pendanaan memadai. Lalu yang dipikirkan adalah integrasi. Bila berdisiplin,
maka yang kita pilih adalah integrasi vertical atau integrasi horizontal. Tetapi
ingat, saat itu godaan begitu menggairahkan, maka yang ditubruk adalah
investasi dalam bidang-bidang yang (hampir) tidak berhubungan dengan bisnis
asli-nya.
Bayangkan, apa yang terjadi bila kita masuk dalam usaha yang
bukan kompetensi kita? Apakah akan berjalan baik dalam jangka panjang? Apakah tidak
ada “cara” lain untuk memperoleh benefit?
Pola yang kedua erat hubungannya dengan pertanyaan, apakah
kita perlu memiliki atau hanya menguasai?
Beruntungnya saya sempat bertemu muka one-on-one sharing dengan beliau.
Demikian tulisan kali ini di sampaikan. Monggo…..
Tuhan
memberkati rekan tercinta selalu.
Jakarta 17.10 23Apr2012
No comments:
Post a Comment